Stabilitas Sektor Jasa Keuangan RI Masih Terjaga, OJK Cermati Dampak Konflik Iran-Israel

Militer Israel menunjukkan salah satu bangkai rudal balistik Iran
Sumber :
  • AP Photo/Tsafrir Abayov

Jakarta – Rapat Dewan Komisioner Mingguan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 17 April 2024 menilai, stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga di tengah memanasnya konflik di Timur Tengah antara Israel-Iran. Meski demikian, OJK terus mencermati perkembangan konflik tersebut. 

Hizbullah Tembakan Puluhan Rudal ke Pemukiman di Perbatasan Israel

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa mengatakan terjaganya stabilitas keuangan nasional didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas memadai, dan profil risiko yang manageable. Sehingga mampu menghadapi peningkatan tensi geopolitik global. 

"Namun demikian, OJK mencermati perkembangan terkini di Timur Tengah dan dampaknya terhadap kinerja intermediasi dan stabilitas sistem keuangan nasional ke depan," kata Aman dalam keterangannya, Rabu, 17 April 2024.

Soal Foto Kopi Pro Israel, Zita Anjani Singgung Boleh Mengingatkan Tapi Tidak Menghakimi

Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Photo :
  • VIVA/Andry Daud

Aman menuturkan, di tengah peningkatan ketidakpastian tersebut, OJK menilai fundamental perekonomian Indonesia terjaga baik, terlihat dari pertumbuhan yang terjaga di kisaran 5 persen. Kemudian inflasi yang berada di rentang target Bank Indonesia, neraca perdagangan yang masih mencatatkan surplus, cadangan devisa yang memadai, serta masih tersedianya ruang fiskal. 

Posting Foto Gelas Starbucks saat Umroh Dikecam, Zita Anjani Tantang Balik Masyarakat Untuk Ini

Dia menjelaskan, sampai dengan Februari 2024, eksposur Lembaga Jasa Keuangan (LJK) secara langsung terhadap Kawasan Timur Tengah relatif terbatas. Surat berharga dengan penerbit dari Timur Tengah yang dimiliki perbankan domestik hanya sebesar Rp 1,3 triliun atau 0,06 persen dari total surat berharga yang dimiliki perbankan. Sementara asuransi dan Perusahaan Pembiayaan tidak memiliki surat berharga dengan penerbit dari Timur Tengah. 

Sedangkan di pasar saham jelas Aman, nilai kepemilikan saham investor dari Timur Tengah tercatat sebesar Rp 65,73 triliun atau sekitar 2 persen dari total nilai kepemilikan saham investor non-residen. 

"Kepemilikan LJK (pengendali) oleh investor di Timur Tengah tercatat hanya di perbankan dengan asset share sebesar 0,1 persen dari total aset perbankan," jelasnya.

Aman menegaskan, ke depan buffer untuk mempertahankan stabilitas sistem keuangan di tengah potensi eskalasi konflik di Timur Tengah dinilai masih cukup memadai. Hal ini mempertimbangkan kondisi tingkat permodalan yang tertinggi di Kawasan, risiko nilai tukar yang cukup terkendali yang terlihat dari Posisi Devisa Netto (PDN) Perbankan harian posisi awal April 2024 yang jauh di bawah threshold (1,67 persen dengan threshold 20 persen), serta likuiditas dalam mata uang rupiah dan valas yang masih ample alias cukup. 

Meski demikian, OJK terang Aman, masih akan tetap mencermati perkembangan risiko pasar lembaga jasa keuangan. Dan mencermati pembiayaan ke sektor-sektor yang memiliki exposure tinggi terkait konflik di Timur Tengah. Ini termasuk mencermati kondisi individual LJK. 

"OJK meminta LJK untuk senantiasa melakukan evaluasi terkait potensi dampak transmisi dari perkembangan perekonomian global dan domestik terhadap portofolio yang dimilikinya dan melakukan langkah mitigasi yang diperlukan. OJK terus berkoordinasi dengan Anggota KSSK serta berkomitmen mengeluarkan kebijakan yang dibutuhkan secara tepat waktu," imbuhnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya