Dominasi Ekonomi AS Segera Runtuh, Kenapa?

Sumber :
  • mgid.com

VIVAnews - Era kejayaan dominasi Amerika Serikat di kancah perekonomian dunia perlahan mulai melorot dan mungkin berakhir layaknya era American Gothic.

"Kini telah hadir penguasa dunia yang baru, China," ujar sejarawan ekonomi, Niall Ferguson, seperti dikutip VIVAnews.com dari laman cnbc.com, Jumat, 13 Mei 2011.

Keruntuhan dominasi ekonomi AS akibat empat faktor utama, yang beberapa di antaranya akibat krisis keuangan dan lainnya digerakkan akibat persoalan geopolitik, mendekatkan AS pada era kedigdayaannya.

"Cerita besar sepanjang hidup yang akan segera disaksikan adalah saat dominasi negara Barat di dunia akan segera memasuki masa terakhirnya," ujar dia.

Kemenkominfo Mengadakan Chip In “Periksa Fakta Sederhana”

Hal itu terjadi karena negara-negara yang sedang tumbuh memperoleh dampak dari revolusi industri seperti pernah dialami AS. Periode ini diperkirakan terus berlanjut sampai China benar-benar menjadi ekonomi terbesar di dunia.

Bagi Ferguson, seorang profesor di bidang ekonomi dan sejarah Harvard, perekonomian AS yang akan memasuki masa suram merupakan sesuatu yang betul-betul baru bagi negara ini.

Berbagai pihak, termasuk Ferguson, sebetulnya pernah mengkritisi utang AS dan pengeluaran royal yang telah membawa negara Adikuasa ini pada defisit anggaran mendekati US$1,5 triliun.

Ekonom AS juga sudah sejak lama memperkirakan bahwa China akan mengambil alih peran AS di dunia. Namun, dalam ruangan yang penuh dengan para hedge fund, peringatan tersebut dianggap terlalu berlebihan, apalagi sejumlah industri baru saja pulih dari krisis keuangan.

Empat faktor yang dianggap menjadi faktor runtuhnya hegemoni AS adalah langkah pemerintah yang mengeluarkan hampir US$1 triliun sebagai dana stimulus. Kebijakan itu suatu saat akan menimbulkan pertanyaan bagi berbagai kalangan.

"Gap fiskal yang sangat lebar ini sulit untuk diperbaiki," kata Ferguson seraya menunjuk negara-negara seperti Yunani, Irlandia, dan Portugal yang mengalami kondisi serupa.

Faktor kedua adalah kebijakan moneter yang berlebihan oleh bank sentral AS, The Federal Reserves, akan membuat pemerintah harus mencetak uang hingga US$3 triliun.

Gelombang berikutnya adalah masalah kenaikan harga komoditas yang kini terus berlanjut sejak intervensi The Fed dan perlahan mulai menarik kebijakannya tersebut.

"Ini bukan hanya membuat orang-orang di Barat gusar dan berhenti percaya ketika Fed mengatakan bahwa inflasi yang rendah," kata Ferguson. "Kondisi ini juga membuat harga yang tinggi menciptakan geopolitik yang tidak stabil. "

Dia mengingatkan, China tidaklah sama dengan Uni Soviet, yang berarti negara itu tidak memiliki sistem ekonomi yang tersentralisasi yang dikhawatirkan akan membawa republik komunis.

Di antara segala hal itu, hambatan pemerintah AS untuk mempertahankan dominasinya di dunia sangat sulit untuk diharapkan. "Krisis fiskal di AS tidak akan ke mana-mana. Kondisi ini akan segera datang," ujar Ferguson.

Dia menambahkan, keputusan penting dunia tidak hanya dalam empat tahun ke depan, melainkan 20 tahun mendatang dipastikan akan muncul dari sebuah lokasi di Asia, bukan AS. (art)

BMW i5 eDrive40 M Sport

BMW Cetak Sejarah Baru di Indonesia

BMW Indonesia mengumumkan hasil penjualan yang luar biasa untuk kuartal satu 2024 dengan total 775 unit, menunjukkan peningkatan 12 persen dibandingkan periode yang sama

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024