Syarat Berkunjung ke Negara Konflik, Nekat Boleh tapi Jangan Bodoh

Kashmir.
Sumber :
  • Times of India

VIVA – Kashmir merupakan wilayah yang terletak di perbatasan antara India, Pakistan, dan China. Kashmir menjadi wilayah yang berdiri sendiri pada 1947, atau bertepatan dengan India dan Pakistan yang sama-sama meraih kebebasan dari Inggris pada 15 Agustus 1947.

Kala itu, seperti dikutip dari Deutsche Welle, Kashmir memilih untuk tidak bergabung ke Pakistan atau India, hingga 22 Oktober 1947, pecah perang India dan Pakistan pertama. Kemudian, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dan terjadi gencatan senjata.

Alhasil, PBB mengubah batas geografis Kashmir lewat perjanjian Line of Control (LoC). Wilayah Azad Kashmir dan Gilgit-Baltistan diklaim Pakistan, sementara Lembah Kashmir, Jammu, dan Ladakh masuk ke India.

Keamanan adalah pertimbangan utama saat traveling. Beberapa negara juga selalu mengingatkan warganya dengan travel warning ke negara-negara yang dianggap berbahaya. Meski begitu, traveling ke negara konflik membuat Eko Wahyudi tertantang dengan hasrat menggebu-gebu.

Kashmir

Eko Wahyudi (ikat kepala) saat di Pahalgam, perbatasan India-Pakistan.

Eko Wahyudi (ikat kepala) saat di Pahalgam, perbatasan India-Pakistan.

Kala berbincang dengan VIVA, beberapa waktu lalu, traveler asal Pontianak, Kalimantan Barat ini menegaskan bahwa dirinya sangat suka traveling ke negara konflik.

"Karena di situlah challenge-nya. Kalau ke negara-negara damai justru bosan. Jepang dan Korea Selatan paling tidak saya suka. Mereka hidupnya seperti robot, teratur. Tak ada tantangan," katanya.

Eko juga mengaku sudah menyinggahi 65 negara, di mana India dan Pakistan adalah negara yang paling berkesan baginya dikunjungi. Menurut pria yang dahulu berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Kalimantan Barat itu menyebut dua negara yang sedang berkonflik ini komplet.

"Banyak budaya, makanan, sama kebiasaannya. Dua negara ini mirip Tom & Jerry. Tahun lalu, kami pergi Kashmir bertepatan dengan jet tempur India ditembak jatuh di wilayah Kashmir Pakistan," jelas dia.

Mengutip situs India Today, Angkatan Bersenjata Pakistan telah menembak jatuh dua jet tempur India yang terbang di atas wilayah Kashmir pada 27 Februari 2019.

Salah satu pesawat jatuh di wilayah Kashmir yang mereka kuasai, sementara satu jet lainnya jatuh di wilayah Kashmir bagian India. Seorang pilot India dikabarkan berhasil ditangkap dalam insiden tersebut.

"Satu hari pascakejadian, kami masuk ke sana. Kami satu-satunya turis yang masuk, dan semuanya dari Indonesia. Jumlahnya sekitar 35 orang," ungkap Eko.

Ia bercerita memiliki pengalaman unik saat akan memasuki Kashmir wilayah Pakistan.

Heboh Kereta Melaju Tanpa Masinis Sejauh 70 KM, Berhenti karena Hal Ini

"Saat mau mendarat di Bandara Gilgit (Kashmir Pakistan), tiba-tiba penumpang diperintahkan menutup penutup jendela. Sesuai aturan penerbangan internasional harusnya sebaliknya. Kata orang sana itu kode kalau pesawat yang kita tumpangi adalah pesawat domestik," tuturnya.

Blue Ransel

Pakistan Sindir Telak India soal Kashmir di KTT CICA

Eko melanjutkan, sesampainya di Kashmir, lepas semua beban dan ketegangan.

"Kashmir itu terkenal karena keindahannya. Serpihan surga yang jatuh ke Bumi. Puas rasanya," kata dia, tersenyum lepas.

9 Mayat Lagi Ditemukan di Terowongan Kashmir yang Runtuh

Kirgistan.

Kirgistan.

Selain India, Eko juga terkesan dengan Kirgistan. Namun lagi-lagi, saat tiba terjadi konflik internal di salah satu negara bekas Uni Soviet itu.

"Pendukung dan lawan politik sempat tembak-tembakan. Mantan presidennya sudah dievakuasi sama pendukungnya ke lokasi aman," jelasnya.

Sebagai informasi, mantan Presiden Kirgistan Almazbek Atambayev digeberek di rumahnya oleh pasukan keamanan untuk ditangkap atas tuduhan korupsi pada 8 Agustus 2019.

Namun, ada perlawanan dari para pendukung Atambayev dengan melempar tongkat dan batu. Atambayev pun selamat dari penangkapan.

Selain melakukan perjalan sendiri, Eko juga membuka usaha travel bernama Blue Ransel. "Jadi uangnya diputar-putar dari situ. Saya kan punya jemaah sendiri," ujar Eko, yang bertekad mengunjungi 100 negara ini.

Kendati suka mengunjungi negara konflik, ia secara tegas mengatakan tetap memegang prinsip tidak gegabah.

"Suriah contohnya. Sampai sekarang masih ada perang terbuka. ISIS juga kan di sana. Nekat boleh tapi jangan bodohlah. Kalau maksain masuk, nanti saya disangka ISIS," papar pria penyuka bahasa Spanyol menutup pembicaraan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya