SBY soal Pertemuan Biden-Xi Jinping di G20: A Better World is Always Possible

Pertemuan bilateral Presiden AS Joe Biden dan Presiden Tiongkok Xi Jinping
Sumber :
  • AP Photo/Alex Brandon

VIVA Dunia – Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengapresiasi pertemuan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden Tiongkok Xi Jinping yang digelar di Bali, di sela-sela Pertemuan Puncak G20.

Rusia Makin Gencar Menyerang, AS Janji Secepatnya Akan Kirim Senjata ke Ukraina

Menurut SBY, pertemuan itu menjadi penting dan baik bagi dunia karena pertemuan tersebut menjadi game changer di tengah suasana dunia yang makin panas dewasa ini, baik terkait konfrontasi geopolitik di kawasan Eropa dan Asia Timur, maupun makin panasnya bumi karena perubahan iklim.

"Alhamdulillah, pertemuan Presiden Amerika Serikat Biden dan Presiden Tiongkok Xi Jinping bakal digelar di Bali, di sela-sela Pertemuan Puncak G20. Di seluruh dunia, banyak yang merasa lega dan mendukung pertemuan itu. Ada secercah harapan, bahwa dunia akan lebih baik jika hubungan kedua negara besar itu terjalin kembali dan apalagi ke depan makin baik," kata SBY lewat akun Facebook pribadinya dikutip, Senin, 14 November 2022.

AHY Diskusi dan Konsultasi dengan SBY soal Situasi Politik setelah Putusan MK

SBY mengatakan, banyak pihak yang berekspetasi dengan pertemuan itu akan menghasilkan sesuatu yang meaningful karena rivalitas dan permusuhan antara Amerika Serikat dan Tiongkok sudah amat luas dan dalam. Tapi SBY tetap optimistis pertemuan Joe Biden dan Xi Jinping akan membawa manfaat bagi dunia.

SBY di perayaan Imlek 2021 secara virtual

Photo :
  • YouTube Matakin
Klarifikasi Isu Koalisi Prabowo Bergejolak soal Jatah Menteri, Sekjen Gerindra Bilang Begini

"Kesediaan bertemu secara langsung dan berdialog adalah bahasa politik yang positif. Bertemu tetap lebih baik dari pada tidak bertemu. Pengalaman di seluruh dunia mengajarkan bahwa resolusi konflik bisa didapatkan ketika jalan perundingan dan negosiasi akhirnya yang dipilih. Pertemuan kedua pemimpin puncak yang tengah bermusuhan kerap menjadi pintu masuk, atau paling tidak sebuah awal yang baik," kata SBY.

"Jika hubungan bilateral kedua negara adi daya ini terjalin kembali, akan bisa makin dikurangi berbagai mispersepsi, misunderstanding dan asumsi yang keliru. Dengan saling berbicara secara terbuka, apa adanya dan juga saling mendengar, akan dapat dimengerti sikap dan tindakan apa yang dianggap tabu bagi yang lain," kata SBY menambahkan.

SBY juga mengungkapkan dua hal penting yang membuat dunia tetap memerlukan 'kebersamaan' AS dan Tiongkok dalam mengatasi berbagai isu kritis dan fundamental pada tingkat global, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pertama, kata dia, AS dan Tiongkok memiliki tanggung jawab sangat besar untuk mengatasi ancaman 'climate change' dan 'global warming'.

Menurut SBY, jika dunia gagal mengatasi ancaman 'climate change' dan 'global warming', maka di akhir abad ini, manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan tak lagi bisa hidup di bumi.

"Saya masih percaya bahwa geopolitik yang sangat konfrontatif, bahkan sebuah peperangan, termasuk krisis ekonomi, yang kerap terjadi di dunia, tetap ada jalan untuk, mengatasi, menstabilkan dan memulihkan kembali. Tetapi, jika kenaikan suhu global menembus angka 4 derajat dari suhu era pra-industri, maka di akhir abad 21 ini 'kiamatlah' dunia kita," kata SBY.

Karena itu, lanjut SBY, AS dan Tiongkok punya tanggung jawab besar untuk menyelamatkan bumi dari perubahan iklim. Sebab, Tiongkok dan AS merupakan penyumbang emisi karbon terbesar di dunia (the biggest emitters) yang menyebabkan bumi makin panas.

Tiongkok dan AS harus berdiri di garis depan dalam mencegah bumi tak makin panas sebagai bagian tanggung jawab moral dan aksi nyata.

"Selain itu, kedua negara itu punya sumber daya, termasuk sumber daya keuangan yang besar, untuk digunakan dalam memerangi perubahan iklim. Karena itu, keduanya harus bisa bertindak sebagai 'juru selamat' bumi kita, tentu dengan kontribusi seluruh negara di dunia. Tanpa Tiongkok dan AS, seluruh upaya untuk memerangi perubahan iklim tidak akan berhasil," ujarnya.

Pertemuan bilateral Presiden AS Joe Biden dan Presiden Tiongkok Xi Jinping

Photo :
  • AP Photo/Alex Brandon

Kedua, terang SBY, situasi geopolitik dan keamanan di Asia Timur dan Asia Tenggara sangat ditentukan oleh terbangunnya niat baik dan 'mutual agreement' di antara AS dan Tiongkok agar keduanya tidak menabrak 'red line' dan kesediaan untuk mengurangi tensi politik yang tinggi dewasa ini. Bahkan, kata SBY,  hubungan baik kedua negara adi kuasa ini juga bisa mencegah makin memanasnya situasi di Semenanjung Korea dan Jepang.

"Kalau saya lanjutkan, hubungan baik mereka juga bisa membuka jalan baru, pendekatan baru, bagi pengakhiran peperangan di Ukraina yang dampaknya juga membuat tekanan besar bagi perekonomian dunia. Kedekatan Xi Jinping dengan Putin, bisa menjadikan pemimpin kuat Tiongkok itu sebagai jembatan yang dapat mengurangi kemacetan dan kemandegan diplomasi," kata SBY.

"Semoga pertemuan Presiden Biden dengan Presiden Xi Jinping di Bali, Indonesia ini membuat dunia bukan hanya bisa "bernafas lega", tetapi lebih jauh (pada saatnya) dunia kita menjadi lebih aman, lebih adil dan lebih sejahtera. A better world is always possible," imbuhnya.

Bersejarah

Diketahui, Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping akan melakukan pertemuan bilateral bersejarah di Bali, pada Senin, 14 November 2022. Pertemuan tersebut dilakukan sehari sebelum kegiatan konferensi tingkat tinggi (KTT) G20 dilaksanakan.

"Jadi, dia (Biden) akan memiliki kesempatan untuk duduk dan bicara terang-terangan dan langsung mendengar dari Presiden Xi, yang juga bicara terang-terangan dan langsung," kata Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, Senin, 14 November 2022.

Dia menambahkan bahwa Biden akan mencoba mencari solusi saat bertemu dengan Xi, dan akan mengelola hubungan yang lebih baik dengan China.
 
Pertemuan Biden dan Xi akan menjadi sejarah, di tengah panas dinginnya hubungan kedua negara akibat konflik Rusia-Ukraina dan kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan.

Informasi mengenai keduanya, sebelumnya diumumkan oleh juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre dalam pernyataannya. Terkait pertemuan tersebut, isu yang dibahas akan mengenai keamanan kawasan dan dunia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya