NBC News Laporkan Ada Lebih dari 600 Aksi Kekerasan Senjata Massal Sepanjang 2022

Polisi mengamankan area penembakan di Klub Malam Gay, Colorado, AS yang menewaskan 5 orang.
Sumber :
  • AP Photo.

VIVA Dunia – Ketika insiden penembakan itu berakhir dan lima jenazah dievakuasi dari sebuah bar gay di Colorado, Amerika Serikat (AS) yang menjadi zona pembantaian oleh seorang pria bersenjata, statistik suram soal kejahatan penggunaan senjata kembali dirilis.

Film Badarawuhi di Desa Penari Bakal Tayang di 28 Negara Bagian AS

Rilis tersebut mengungkapkan bahwa ini merupakan tahun ketiga beruntun terjadi lebih dari 600 aksi penembakan yang memakan banyak korban di AS, seperti dilaporkan NBC News pada Senin 21 November 2022 yang dikutip Antaranews, Kamis 24 November 2022.

Angka tersebut dicatat oleh The Gun Violence Archive (GVA), sebuah organisasi nirlaba yang melacak penyebaran aksi penembakan, atau apa yang disebut sebagai penyakit Amerika, dan yang mendefinisikan penembakan massal sebagai sebuah insiden di mana setidaknya empat orang tertembak, tidak termasuk orang yang memegang senjata, menurut laporan itu.

Sepak Terjang Netzah Yehuda, Batalion Tempur Israel yang 'Digebuk' AS

Penembakan terjadi di sebuah toserba Walmart di Virgina, Amerika Serikat, Selasa malam 22 November 2022.

Photo :
  • AP Photo.

Serangan mematikan pada Sabtu (19/11) di Club Q di Colorado Springs tersebut merupakan insiden ke-601 pada 2022, menurut kelompok itu. GVA memasukkan semua jenis penembakan dalam analisisnya termasuk kekerasan dalam rumah tangga, aksi penembakan di rumah pribadi, kekerasan geng, dan lainnya.

Menhan AS Ucapkan Selamat ke Prabowo Usai Ditetapkan Sebagai Presiden Terpilih

GVA mencatat 610 aksi penembakan yang memakan banyak korban pada 2020 dan 690 penembakan pada tahun lalu, ketika pandemi sudah mereda dan laju kekerasan mematikan meningkat di seantero AS. Organisasi itu menghitung aksi penembakan massal sejak 2014, yang waktu itu mencatat sebanyak 273 aksi penembakan.

"Kisah yang sama, tahun yang berbeda," kata Christopher Herrmann, asisten profesor di John Jay College of Criminal Justice di New York City, seraya menambahkan bahwa hal itu "sangat memilukan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya