3 Alasan Arab Saudi Bangun Gedung Berbentuk Kubus Super Megah, The Mukaab

The Mukaab, bangunan berbentuk kunus raksasa yang akan dibangun Arab Saudi.
Sumber :
  • Al Arabiya

VIVA Dunia – Baru-baru ini proyek The Mukaab di Arab Saudi membuat geger. Gedung super megah berbentuk kubus itu rencananya akan selesai dibangun pada 2030 mendatang

Arab Saudi Gandeng Bill Gates Berikan Vaksin Polio pada Jemaah Haji

Hal ini menimbulkan banyak reaksi ke negeri Raja Salman bin Abdul Aziz tersebut. Namun sebenarnya, ada sejumlah alasan yang melatarbelakangi dibangunnya The Mukaab.

The Mukaab, bangunan di Arab Saudi yang mirip Kabah

Photo :
  • AsiaNews
STY Kantongi Rahasia Keganasan Uzbekistan di Piala Asia U-23: Saya Tak Pernah Kalah dari Mereka

Perlu diketahui The Mukaab sendiri berada di proyek Murabba Baru. Ini dirancang untuk memperluas ibu kota sekitar 19 kilometer persegi (4.695 hektar) guna menampung ratusan ribu penduduk.

Proyek itu dibiayai Dana Investasi Publik (PIF), yang mengelola kekayaan negara senilai US$620 miliar dan dipimpin Putra Mahkota dan Perdana Menteri Mohammad Bin Salman (MBS). 

Hubungan Israel-Arab Saudi Alot, Menlu AS Temui Pangeran MBS

The Mukaab akan memuat 20 bangunan Empire State. Dalam video promosinya di media sosial, bangunan itu disebut akan menyuguhkan "pengalaman mendalam" dengan lanskap yang berubah dari luar angkasa menjadi pemandangan hijau.

Berikut penjelasannya mengapa Mukaab dibangun Arab Saudi, yang dirangkum VIVA dari berbagai sumber:

Menjadi Pusat Pariwisata dan Investasi Regional

Pembangunan ini juga dilakukan Arab Saudi untuk memenangkan lomba melawan Dubai dan ibu kota Qatar, Doha, yang sebelumnya mencoba memposisikan diri sebagai pusat pariwisata dan investasi regional. Fokus Arab Saudi yang selama ini terlalu ke turis Muslim dialihkan ke non Muslim.

"Menjadi yang kedua dalam lomba selalu merupakan tempat yang sulit untuk memulai ketika Anda ingin menjadi pemimpin," kata Direktur Program Kebijakan Teluk dan Energi di The Washington Institute, Simon Henderson.

The Mukaab, bangunan di Arab Saudi yang mirip Kabah

Photo :
  • Al Arabiya

"Mereka telah menghabiskan waktu puluhan tahun untuk tidak menarik pengunjung asing non-Muslim," tambahnya lagi.

Mengutip Global Destination Cities Index yang dirilis oleh Mastercard, Arab Saudi selama ini berhasil memperoleh pendapatan sebesar US$20 miliar atau Rp300 triliun, dari turis Muslim pada tahun 2018 melalui penyelenggaraan ibadah haji.

Selama ini Arab Saudi dikenal sebagai negara yang ekonominya bergantung dengan minyak. Namun saat Raja Salman menjadi pemimpinnya di 2015 negara itu mengumumkan Visi Saudi 2030.

Visi Saudi 2030 sendiri merupakan sebuah gambaran perekonomian baru Arab Saudi di tahun 2030. Dalam visi itu, Raja Salman menginginkan agar ketergantungan negara itu terhadap migas dikurangi dan sektor ekonomi terdiversifikasi.

Hotel Zamzam Tower di Mekah, Arab Saudi

Photo :
  • Ist

Gayung bersambut saat MBS dipilih sebagai Putra Mahkota di 2017. Ia sibuk mendiversifikasi sumber pendapatan negara.

Negeri itu, tengah fokus membangun pariwisata untuk mencapai target menjadi salah satu pilar ekonomi di masa yang akan datang. Pariwisata akan menjadi penyokong PDB kedua setelah minyak.

Kocek US$500 miliar lebih digelontorkan untuk proyek-proyek besar. Ini untuk merevolusi kerajaan pariwisata agar sesuai dengan tren khalayak nasional dan internasional.

Reformasi dirancang untuk membuka diri terhadap dunia termasuk aturan untuk mengakomodasi investasi di sektor pariwisata. Terobosan lain adalah e-visa yang dapat dikeluarkan untuk wisatawan hanya dalam waktu lima menit.

Diversifikasi Minyak

Ladang minyak pertama di Arab Saudi.

Photo :
  • Al Arabiya.

Ini juga terjadi karena sejumlah ramalan mulai ditinggalkannya energi fosil, termasuk minyak yang menjadi andalan Arab Saudi.

Minyak akan menjadi salah satu yang paling banyak mengalami penurunan permintaan terutama dari transportasi yang selama ini memberikan sumbangsih terbesar terhadap permintaan minyak dunia.

Peralihan ke energi terbarukan karena masalah emisi karbon dunia sehingga terjadi kesepakatan negara-negara untuk bersama-sama mengurangi emisi karbon. Negara Arab Saudi adalah penyumbang emisi karbon terbesar kedua di daerah timur tengah setelah Iran.

Menurut IEA (The International Energy Agency), dalam "Outlook Energy 2021", tingkat permintaan minyak akan turun hingga 104 juta barel per hari (mb/d) pada pertengahan 2030-an. Ini kemudian turun sangat sedikit hingga 2050.

Pada tahun 2030 dan 2050, permintaan minyak untuk jalan transportasi menurun lebih dari 2 mb/d secara global. Tahun 2030, 15 persen mobil penumpang di pasar menguasai mobil listrik dan meningkat menjadi 30 persen pada tahun 2050.

Berdasarkan data BP Statistical Review, Arab Saudi memiliki cadangan minyak sebesar 297.500 mb dan menjadi negara yang memiliki cadangan terbesar kedua di dunia dengan porsi 17,2 persen dari total cadangan minyak dunia. Negara ini berada di urutan kedua dengan produksi 11.039 mb/d.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya