5 Negara yang Pernah Alami Kerusuhan Pemilu

Ilustrasi kerusuhan
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta – Kerap terjadi kerusuhan dalam konteks pemilihan umum (pemilu). Fenomena ini tidak hanya terbatas di region kita, melainkan juga terjadi di beberapa negara lain yang memiliki riwayat kelam terkait penyelenggaraan pemilu.

MK Sebut Hakim Arsul Sani Bisa Tangani Sengketa Pileg PPP

Kerusuhan tersebut umumnya dipicu oleh kekecewaan terhadap hasil pemilihan umum. Berikut adalah lima negara yang pernah mengalami kerusuhan selama pelaksanaan pemilihan umum.

1. Nigeria

Prabowo Tetap Dikawal Satgas Pengamanan Capres Polri hingga H-30 Pelantikan

Sumber : medium.com (Nigeria deserve and should be better)

Photo :
  • vstory

Kerusuhan terjadi di Nigeria ketika hasil pemilu, yang dilangsungkan pada 16 April 2011, menunjukkan kemenangan petahana, Goodluck Jonathan. Jonathan unggul dari pesaingnya, Muhammadu Buhari, dengan mengantongi 59% suara.

Isu Partai Rival Gabung Dukung Prabowo, Sangap Surbakti Khawatir Bisa Jadi Duri dalam Daging

Namun, pendukung Buhari menuduh partai yang berkuasa telah melakukan manipulasi terhadap hasil pemilu. Tak perlu waktu lama, unjuk rasa dan protes berubah menjadi kerusuhan, yang kemudian berujung pada pertumpahan darah antaretnis dan antaragama di bagian utara Nigeria, wilayah pendukung Buhari.

Sebagai pelampiasan kemarahan, sejumlah bangunan, seperti rumah, gereja, dan masjid dibakar, ratusan orang tewas, dan ribuan penduduk mengungsi. Menurut data yang dilaporkan Human Rights Watch, sebanyak 800 orang tewas dalam kerusuhan yang berlangsung selama 3 hari di 12 negara bagian utara Nigeria. Sementara, jumlah pengungsi diperkirakan lebih dari 65.000 orang.

2. Pakistan

Pakistan, negara yang berada di Asia Selatan, pernah mengalami kerusuhan dalam pemilu yang diselenggarakan pada 25 Juli 2018 lalu. Bahkan terjadi aksi bunuh diri dan kekerasan di beberapa tempat, misalnya di area kampanye TPS menjelang dan saat hari pencoblosan. Akibat dari kerusuhan tersebut, lebih dari 200 orang tewas selama pemilu.

Kisruh semakin parah ketika partai petahana Liga Muslim-Nawaz (PMLN) membantah hasil pemilu yang memilih Imran Khan dari partai Tehreek-e-Insaf sebagai perdana menteri baru. Seorang anggota militer yang dekat dengan Khan, diduga melakukan kecurangan suara untuk memenangkan Imran Khan. Namun, Khan berulang kali membantah tuduhan tersebut.

3. Kongo

Pasukan dan tank pemerintah terlihat di wilayah timur kota Rumangabo, Republik Demokratik Kongo, Kamis, 26 Juli 2012, setelah pemberontak M23 dan pasukan pemerintah terlibat baku tembak.

Photo :
  • ANTARA

Pasukan keamanan Kongo telah membunuh sedikitnya 24 orang dan menahan puluhan lainnya secara sewenang-wenang sejak Presiden Joseph Kabila diumumkan sebagai pemenang pemilihan presiden pada 9 Desember 2011.

Pemilihan itu dikritik keras oleh pengamat pemilu internasional dan nasional karena kurang kredibilitas dan transparansi. Diketahui, anggota pengawal keamanan kepresidenan, polisi, dan pasukan keamanan lainnya menembaki sekelompok orang di jalan yang mungkin memprotes hasil pemilihan.

Kerusuhan pemilu di negara tersebut kembali terjadi pada Desember 2018. Ketika itu, kandidat presiden bernama Martin Fayulu, menolak hasil pemilu yang menunjukkan bahwa ia kalah suara dari rivalnya, Felix Tshisekedi. Akibat aksi kerusuhan itu, sebanyak 34 orang tewas dan 241 orang ditahan selama gelaran pemilu di Kongo.

4. Afghanistan

Pemilihan presiden yang dijadwalkan pada 28 September 2019, telah menewaskan dan melukai puluhan warga sipil di Afghanistan. Bahkan terjadi serangan bunuh diri pada 17 September saat kampanye di Parwan yang menewaskan sedikitnya 26 warga sipil dan melukai lebih dari 42 orang.

Sebelum itu, ketika pemilihan parlemen Oktober 2018, Taliban melakukan kekerasan yang menargetkan kandidat, staf pemilu, dan pemilih.

5. Zimbabwe

Protes massa pecah di Harare, Zimbabwe akibat naik harga BBM

Photo :
  • Sumber: BBC

Kerusuhan Pemilu juga pernah melanda Zimbabwe. Perselisihan hasil pemilu tersebut terjadi kelompok petahana dan oposisi dalam pemilu Zimbabwe pada Juli 2018. Pemilu tersebut digelar setelah delapan bulan terjadi kudeta.

Rupanya, kandidat kelompok oposisi Nelson Chamisa menentang kemenangan Presiden Emmerson Mnangagwa. Pihak oposisi mengeklaim banyak kecurangan dalam pemilu, salah satunya polisi mencoblos surat suara di depan pengawas dan atasannya. Demonstrasi atas hasil pemilu juga terjadi beberapa hari setelah pemungutan suara.

Dilaporkan tentara telah menembaki pengunjuk rasa dan saksi pemilu. Akibatnya, enam orang tewas atas penembakan tersebut. Meski menolak hasil pemilu, Mnangagwa dilantik sebagai presiden pada Agustus 2018.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya