Diapit Obama dan Xi Jinping, Jokowi Diharapkan Jadi Penengah

Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara di KTT APEC 2014
Sumber :
  • REUTERS/China Daily
VIVAnews - Dalam sesi foto bersama usai makan malam yang berlangsung di Beijing National Aquatics Centre pada Senin, 10 November 2014, Presiden Joko Widodo berdiri diapit Presiden Amerika Serikat, Barack Obama dan Presiden China, Xi Jinping. Menurut pengamat Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, posisi berdiri pria yang akrab disapa Jokowi itu memiliki makna khusus. 
2 Jemaah Haji Ditangkap Polisi Usai Gelar Tahlilan di Pelataran Masjid Nabawi

Dari perspektif Indonesia, ujar Hikmahanto, bisa saja posisi ini dimaknai RI tengah diperebutkan oleh dua negara besar yaitu AS dan China. Hal ini tentu bisa membuat Indonesia tersanjung. 
Kemenkominfo: Prof Salim Said Merupakan Sosok Teladan bagi Wartawan Modern

"Tetapi, perspektif juga perlu dipandang dari sisi China sebagai tuan rumah. Sebab, mereka lah yang sebenarnya memiliki kewenangan untuk mengatur siapa berdiri di mana," kata mantan Dekan Fakultas Hukum UI itu dalam pernyataan tertulis yang dikirim ke VIVAnews, Selasa 11 November 2014.
Tetap Bayar Pajak, Menkominfo Tegaskan Starlink Tak dapat Insentif Khusus

Kewenangan serupa juga pernah digunakan oleh mantan Presiden SBY ketika Indonesia menjadi tuan rumah KTT Asia Timur tahun 2011 silam. Saat itu, masih terjadi ketegangan antara Negeri Paman Sam dengan China, karena isu Laut China Selatan. 

"Presiden SBY malah sengaja mendudukkan kedua pemimpin, Obama dan Perdana Menteri Wen Jiabo, dududk bersebelahan," kata dia. 

Saat itu, lanjut Hikmahanto, SBY berpikir dengan ditempatkan duduk bersebelahan, maka ketegangan kedua negara dapat cair melalui komunikasi informal kedua kepala pemerintahan. Lalu, apa alasan Xi mendudukkan Jokowi di antara dirinya dan Obama?

Hikmahanto berpendapat, kemungkinan karena China membutuhkan pihak ketiga dalam menyikapi ketegangannya dengan banyak negara termasuk AS. 

"Sebagai negara besar, sebenarnya AS pantas berdiri di samping tuan rumah. Namun, untuk menghindari kesan bahwa ketegangan terselesaikan dengan penyelenggaraan KTT APEC, maka Presiden Jokowi diposisikan di antara dua negara besar yang tengah terlibat dalam ketegangan," papar dia. 

Indonesia pun, kata Hikmahanto, sebenarnya juga bisa menjadi negara yang netral dan dapat berperan sebagai juru damai yang jujur. 

"Peran ini sudah dibangun oleh mantan Presiden SBY dan diapresiasi oleh masyarakat internasional," tuturnya.

Kini, banyak negara juga berharap Jokowi bisa melanjutkan peranan yang sama. Hikmahanto pun setuju jika Jokowi meneruskan peranan itu. 

"Hanya saja, Jokowi harus menegaskan kepada masayarakat internasional, peran tersebut akan tetap diemban selama kedaulatan Indonesia tidak direndahkan dan kepentingan nasional Indonesia tidak dirugikan," kata dia. (ren)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya