Kesaksian Pendaki, Buruknya Tim Penyelamatan Malaysia

Pendaki Australia yang selamat dari Gunung Kinabalu
Sumber :
  • ABC
VIVA.co.id
Gunung Ditutup untuk Turis Gara-gara Wanita Telanjang
- Pendaki asal Australia Vee Jin Dumlao sempat terjebak di puncak Gunung Kinabalu, Malaysia, saat gempa bumi mengguncang dengan kekuatan 6,0 skala Richter, Jumat, 5 Juni 2015.

Empat Turis Ditahan karena Aksi Bugil di Gunung Kinabalu

Dikutip dari laman
Pemandu Gunung Kinabalu Korbankan Diri Lindungi Pendaki
ABC , Minggu, 7 Juni 2015, tim penyelamat Malaysia tidak datang menyelamatkan Dumlao dan sekelompok pendaki lain bersamanya, membuat mereka harus berusaha sendiri.

Pemandu jalan mengatakan pada 137 pendaki, termasuk Dumlao dan seorang warga Australia lainnya, bahwa gempa telah mengakibatkan longsor, yang memutus jalur mereka untuk turun.

Pejabat Malaysia mengklaim telah berusaha melakukan penyelamatan, tapi helikopter tidak dapat mendarat karena cuaca buruk. Dumlao mengatakan kabut memang sempat mengganggu.


Namun beberapa jam kemudian cuaca kembali cerah. "Para pemandu mendapatkan telepon dari bawah, mengatakan helikopter akan datang. Kami pun bersiap, mengatur para pendaki dalam beberapa kelompok," kata Dumlao.


"Tapi tidak ada yang terjadi," ujarnya. Sekalipun cuaca cerah, para pendaki mengatakan pejabat Malaysia mengatakan tidak bisa melakukan evakuasi, hingga keesokan pagi, Sabtu, 6 Juni.


Namun para pendaki tidak memiliki perlengkapan untuk bermalam. Cuaca buruk dan kemungkinan terjadinya longsor susulan, membuat para pendaki harus mempertimbangkan apa langkah mereka.


"Banyak dalam kelompok kami yang telah menderita hipotermia. Temperatur sangat dingin di gunung dan mulai turun hujan. Beberapa pendaki sudah basah, dan kami belum makan sejak pagi," ucap Dumlao.




Akhirnya para pemandu mengambil keputusan berani, dengan berusaha untuk turun tanpa menunggu tim penyelamat. "Pemandu mengatakan, kita sebaiknya mencari jalan untuk turun," katanya.


Setelah sembilan jam berlalu, tidak juga ada kepastian dari tim penyelamat Malaysia, para pendaki yang kelaparan memaksa diri umelakukan perjalanan sulit, untuk turun dari Kinabalu.


Beberapa gempa susulan terasa, memicu kekhawatiran terjadinya longsor, namun akhirnya para pendaki berhasil mencapai Laban Rata, desa kecil yang biasa menjadi tempat peristirahatan para pendaki, dalam perjalanan menuju puncak.


Tiba di Laban Rata, Dumlao melihat banyak tim penyelamat berseragam, dalam suasana yang kacau. "Mereka (penyelamat) terlihat bingung, dan pemandu kami yang melakukan hampir semua langkah penyelamatan," ucap Dumlao.


"Seluruh respon darurat pemerintah adalah lelucon," ujarnya. Dumlao menyebut upaya penyelamatan oleh pemerintah Malaysia tidak terorganisir, ternyata juga tidak ada helikopter.


Dumlao menegaskan, banyak pendaki yang terluka dan tewas, sebenarnya masih bisa diselamatkan, apabila tim penyelamat benar-benar bekerja dengan serius. Faktanya ternyata sangat mencengangkan.


Saat 137 pendaki akhirnya bertemu tim penyelamat di Laban Rata, tidak ada upaya dari tim penyelamat, untuk menurunkan para korban yang terluka ke bawah dengan helikopter.


Lebih buruk lagi, tim penyelamat membiarkan para pendaki mengurus diri sendiri, saling mengobati yang terluka. Sementara tim penyelamat duduk santai, berbagi rokok dan makanan yang semestinya diperuntukkan bagi korban.




Akhirnya para pendaki itu kembali harus turun ke bawah, tanpa mengandalkan tim penyelamat Malaysia. Perjalanan selama tujuh jam berikutnya berhasil mereka lalui, untuk sampai di Timpohon.


Di kaki gunung itu mereka bertemu dengan para petugas medis, militer dan media. Mereka selamat, sama sekali tanpa bantuan tim penyelamat, yang sebaliknya mengklaim telah melakukan penyelamatan.


"Saya tidak mendapatkan bukti, untuk bisa menghormati pemerintah, yang mendemonstrasikan secara mencolok bahwa mereka bertanggungjawab, tetapi tidak ada yang benar dari itu," kata Dumlao.


Dia menyatakan sangat kecewa, ketika tim penyelamat mengambil klaim, untuk apa yang tidak mereka lakukan sama sekali. Sebaliknya mereka yang paling berjasa justru dilupakan.


"Pemandu adalah pahlawan. Mereka mempertaruhkan nyawa, membuat keputusan sulit yang akhirnya menyelamatkan kami, tapi sama sekali tidak diakui oleh pemerintah," kata Dumlao.


Para pemandu jalan itu kehilangan rumah-rumah mereka, yang hancur karena longsor. "Mereka kehilangan teman-teman dan keluarga, tapi mereka tetap bersama kami, memandu kami hingga akhir," ujarnya.


Para pendaki yang terluka berjalan sangat lambat, namun para pemandu itu tetap sabar, memenuhi semua kebutuhan para pendaki.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya