Tiap Tahun, 20 Ribu Ibu Rumah Tangga di India Bunuh Diri

Ilustrasi bunuh diri.
Sumber :

VIVA.co.id –  Sejak tahun 1997, angka bunuh diri yang dilakukan oleh ibu rumah tangga terus meningkat. Bahkan pada tahun 2009, jumlah IRT yang bunuh diri mencapai 25.092 kasus.

Tragis, Ibu Muda Indramayu Bakar Diri di Tempat Tidur

Peter Mayer, seorang pengajar ilmu politik di Universitas Adelaide, secara serius melakukan penelitian sosiologi soal tingginya angka kematian akibat bunuh diri pada ibu rumah tangga di India. Tahun 2014, tercatat lebih dari 20.000 kasus.

Ia mengaku heran mengapa tingkat bunuh diri ibu rumah tangga di India sangat tinggi, dan mengapa kasus itu begitu sedikit mendapat perhatian di media. Sebelumnya, sebuah studi pada tahun 2012 menemukan angka bunuh diri pada perempuan India berusia 15 tahun ke atas, terjadi sebanyak lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan perempuan berusia setara di negara berpendapatan tinggi.

Tidak Bisa Belajar Online, Siswi di India Bunuh Diri

"Resiko bunuh diri secara keseluruhan mencapai puncak tertinggi dalam dekade pertama atau kedua kehidupan pernikahan, yaitu bagi mereka yang berusia antara 30 dan 45 tahun. Kami menemukan bahwa faktor melek huruf perempuan, tingkat paparan media dan ukuran keluarga kecil, kemungkinan merupakan indikator pemberdayaan perempuan yang berkolerasi dengan tingkat bunuh diri yang tinggi pada perempuan di kelompok usia ini," kata Mayer, seperti dikutip dari BBC, Selasa, 12 April 2016.

Mayer melanjutkan, dirinya percaya bahwa tingginya tingkat bunuh diri pada ibu rumah tangga di India terkait dengan sifat transformasi sosial dalam keluarga yang terjadi di negara tersebut. Ia percaya, harapan tentang peran sosial perempuan, terutama dalam pernikahan, menjadi salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian.

Mengenal Startup Khusus untuk Cegah Bunuh Diri

"Terdapat masalah dengan pasangan dan orang tua. Hubungan antara mertua yang tidak memiliki latar belakang pendidikan dan yang memiliki latar belakang pendidikan (menantu perempuan), adalah salah satu sumber ketegangan. Menantu yang berpendidikan umumnya memiliki hubungan kerja sama yang bagus dengan suaminya, ia bisa membujuk suaminya untuk berpisah dari orang tua dengan tujuan membangun keluarga bagi keduanya," tulis sebuah penelitian yang dilakukan oleh Joanne Moller.

Sementara itu, Dr. Vikram Patel dari London School of Hygiene and Tropical Medicine, beranggapan tingginya angka bunuh diri tersebut berhubungan dengan faktor perbedaan dan diskriminasi gender. "Banyak perempuan yang mengalami nikah paksa. Mereka memiliki mimpi dan aspirasi lainnya, tapi mereka tidak didukung oleh pasangan mereka, bahkan kadang juga tidak didukung oleh orang tua mereka sendiri. Mereka terjebak dalam sistem yang sulit dan lingkungan sosial yang sangat laki-laki," kata Patel.

Terkait dengan minimnya sorotan media, Mayer beranggapan pemberitaan di media India mengenai kasus bunuh diri dibingkai dengan adanya penganiayaan oleh mertua ataupun berkaitan dengan permasalahan mas kawin. Oleh karena itu ia menginginkan segara diadakannya penelitian terhadap para ibu rumah tangga yang "putus asa".

Kalpana Sharma, seorang peneliti dan wartawan, mengatakan kurangnya sorotan media itu berkaitan dengan "invisibilitas gender" di tiap media India. "Dalam beberapa hal, ini lebih buruk dari kebencian terhadap perempuan. Ada kurangnya keterlibatan dengan isu-isu yang berkaitan dengan perempuan, dan media bahkan tidak menyadari masalah ini," kata Sharma. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya