Sengketa Wilayah, Filipina Sepakat 'Duduk Bersama' China

Scarborough Shoal, salah satu wilayah sengketa di Laut China Selatan.
Sumber :
  • REUTERS/Planet Labs/Handout via Reuters

VIVA.co.id – Diplomat Filipina dan China sepakat untuk kembali ke meja perundingan guna membahas sengketa Laut China Selatan "secara damai". Kepala Misi Diplomatik Filipina untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Lauro Baja, mengatakan, Filipina menginginkan langkah terbaik, yaitu duduk dan bicara empat mata.

Jiper, Komandan Armada Perang Amerika Anggap China Lebih Ganas dari Nazi

"Anda tidak bisa menyelesaikan masalah tanpa berbicara satu sama lain," kata Baja, di Gedung Kementerian Luar Negeri di Pasay City, Filipina, seperti dilansir dari situs Mb, Jumat, 10 Juni 2016.

Ia juga mengungkapkan, pemerintah Filipina terlalu banyak mengandalkan segala sesuatu dari sisi hukum saja. "Kami terlalu banyak mengandalkan hukum pengadilan. Padahal, Anda tidak dapat memecahkan persoalan integritas wilayah atau hak maritim hanya atas dasar hukum," ujar Baja.

Menko Polhukam: RI Waspadai Konflik di Laut China Selatan, Rivalitas AS-China Kian Rumit

Sementara itu, mantan Duta Besar Filipina untuk Belgia, Swedia, dan Prancis, Rosario Manalo, menjelaskan, meski China telah "memakan" sebagian wilayahnya, namun segala sesuatu bisa diselesaikan melalui negosiasi bilateral.

"Kami harus mulai berbicara mengenai bagaimana untuk 'berbagi buah dari pohon yang sama' melalui eksplorasi," kata Manalo.

Ambil Contoh Situasi Laut China Selatan, ISDS Gelar Lomba Penulisan Tentang Kedaulatan

Pada Selasa lalu, Kementerian Luar Negeri China kembali mendesak Filipina untuk segera menghentikan proses arbitrase dan kembali ke penyelesaian sengketa melalui negosiasi bilateral.

Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, mengenai isu-isu tentang wilayah dan batas maritim, pihaknya tidak akan menerima penyelesaian melalui pihak ketiga.

"Pintu negosiasi China-Filipina akan selalu terbuka. Kami akan tetap berkomitmen untuk menyelesaikan sengketa terkait dengan melakukan negosiasi atas dasar menghormati fakta-fakta sejarah dan sesuai dengan hukum internasional," kata Chunying.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya