Konflik Yaman Kembali Menelan Korban Jiwa

Kondisi rumah sakit di Yaman setelah dihantam bom.
Sumber :
  • Reuters

VIVA.co.id – Perang di Yaman telah mencapai puncaknya, ketika sebuah serangan udara yang dilakukan oleh koalisi militer Amerika Serikat melanggar hukum, bahkan hal itu dianggap sudah biasa. Human Rights Watch mengatakan, sejumlah kelompok kampanye mengajak masyarakat internasional untuk menciptakan mekanisme kredibel dan transparan untuk menyelidiki apa yang menyebabkan kejahatan dalam perang.

Pengakuan Mengejutkan Sopir Bus Maut Subang Ungkap Penyebab Kecelakaan

Serangan udara pada hari Rabu, 23 November 2016, terjadi di distrik Hiran, Provinsi Hajja, di utara-barat Yaman, provinsi yang sama di mana pasukan koalisi mengebom rumah sakit pada bulan Agustus lalu dan menewaskan tujuh orang. Sedangkan penyerangan baru-baru ini, justru menewaskan 12 warga sipil. Banyak dari mereka diangkut menggunakan truk dan diamankan ke pasar lokal, seperti dilansir dari VICE News.

Koalisi pimpinan Saudi, yang diduga menembakkan rudal, belum mengomentari serangan terbaru ini. Penyerangan terbaru ini adalah serangan yang diduga melanggar hukum di negara itu sejak konflik dimulai pada Maret 2015. Konflik di Yaman dilakukan antara pemberontak Houthi yang menguasai Ibu Kota Sana'a dan pasukan militer yang setia kepada pemerintah Abdrabbuh Mansur Hadi. Pemerintah didukung oleh koalisi sekutu yang dipimpin oleh Arab Saudi.

BNPB: Hujan Ekstrem Diprediksi Terjadi hingga 20 Mei, Warga Sumbar Harus Waspada

"Saya tidak terkejut (dengan serangan terbaru)," Kristine Beckerle, peneliti Yaman untuk Human Rights Watch mengatakan kepada VICE News.

"Saya sedih dan saya frustrasi, karena saya berharap bahwa pemerintah di seluruh dunia akan mengambil tindakan untuk saat ini. Namun serangan ini malah mengikuti pola perilaku buruk pemimpin koalisi Saudi yang kita ketahui sejak Maret 2015," lanjutnya.

Korban Jiwa Banjir Bandang Sumbar Bertambah Jadi 44 Orang

Koalisi ini terdiri dari negara-negara tetangga, termasuk Uni Emirat Arab, Bahrain dan Qatar, serta negara-negara Afrika seperti Sudan dan Senegal. Mereka juga didukung oleh AS, China, U.K. dan Perancis.

Pada akhir Oktober, Duta Besar AS untuk PBB, Samantha Power, menyerukan koalisi yang dipimpin Saudi untuk mengakhiri serangan udara di Yaman. Kritik itu menunjukkan Washington terlibat dalam serangan ini dikarenakan AS memasok senjata kepada pemerintah Saudi, tapi Beckerle mengatakan keterlibatan AS hanya sebatas pasokan senjata saja.

"AS sendiri adalah pihak yang terlibat konflik. Apa yang telah kami katakan sejak pertama kali pertempuran ini adalah Amerika Serikat juga menyediakan pengisian bahan bakar untuk koalisi dan ada staf AS di perencanaan Riyadh," kata Beckerle, Dewan Keamanan Nasional AS.

"Itu awal Oktober. Kita sekarang mendekati akhir November dan kami belum melihat hasil apapun dari peninjauan tersebut. Kami tidak tahu apa statusnya, apa sebenarnya dicari, jika hasilnya dipublikasikan atau ketika hasilnya dirilis," ujar Beckerle. (ase)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya