Dituding sebagai Pelanggar HAM, Duterte: Pejabat PBB Bodoh!

Rodrigo Roa Duterte, mantan Wali kota Davao yang kini menjadi Presiden Filipina.
Sumber :
  • reuters.com

VIVA.co.id – Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte menyebut Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia, Zeid Ra'ad al-Hussein, sebagai 'manusia bodoh'.

Dokumen Soal Uighur Bocor, HMI Singgung Pelanggaran HAM

Hal ini diutarakan karena Zeid terus mendesak Pengadilan Tinggi Filipina untuk memulai penyelidikan pembunuhan selama Duterte menjabat sebagai Wali Kota Davao.

Ia mengungkapkan penyelidikan harus dibuka ke publik karena selama ini Duterte selalu menggembar-gemborkan kampanye antinarkoba yang mematikan. Jumlah kematian akibat kampanye 'tangan besinya' ini sudah menyentuh angka 6.000 orang yang telah tewas.

Perintah Jaksa Agung, Ambil Langkah Cepat Kasus Pelanggaran HAM Berat

Tak hanya itu, Zeid menambahkan bila perangkat hukum Filipina harus secepatnya menyelidiki catatan kelam Duterte karena pernah melakukan pembunuhan sebanyak tiga kali.

"Orang ini (Zeid) sudah gila. Dia itu bodoh. Kalian pejabat PBB silakan duduk manis saja di sana. Kami yang membayar gaji Anda. Anda idiot dan tidak usahlah mendikte apa yang harus kami lakukan. Siapa yang memberi Anda hak itu," ujar Duterte, seperti dikutip situs Aljazeera, Jumat, 23 Desember 2016.

Di DPR, Komnas HAM Lapor Update Kematian 6 Laskar FPI

Sebelumnya, pada pekan lalu, Duterte mengaku pernah membunuh penjahat di jalanan pada 1980-an dan kemudian mengakui menembak mati tiga orang yang terlibat dalam kasus penculikan dan baku tembak dengan polisi.

"Silakan tutup mulut Anda (Zeid). Lebih baik Anda sekolah lagi. Anda tidak mengerti diplomasi. Anda tidak tahu bagaimana harus bersikap sebagai seorang anggota PBB," tegas Duterte.

Kendati demikian, Zeid mengaku tidak banyak informasi tentang adanya penyelidikan terkait pembunuhan-pembunuhan yang terus berlangsung. Walaupun polisi dilaporkan sedang menyelidiki pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok vigilante (Davao Death Squad milik Duterte).

Sejak resmi menjadi Presiden Filipina ada 1 Juli lalu, sekitar 6.000 orang dibunuh dalam kampanye pemerintah untuk menumpas perdagangan narkoba. Sepertiga dari jumlah itu tewas dalam berbagai operasi antinarkoba yang dijalankan polisi dan sisanya mati dibunuh oleh orang-orang bersenjata yang mengenakan penutup muka dan naik sepeda motor.

Sekutu-sekutu Duterte di Kongres Filipina mengatakan bahwa presiden memiliki kekebalan dari tuntutan hukum dan tidak bisa diselidiki atas tindakan-tindakannya. Ia hanya bisa diperiksa setelah tidak lagi berkuasa. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya