Usut Kasus Pencabulan 6 Santri di Banyuwangi, Polisi Janji Tegas

Ilustrasi perkosaan atau pencabulan.
Sumber :

VIVA - Kepolisian Resor Kota Banyuwangi, Jawa Timur, berjanji akan tegak lurus menegakkan hukum dalam menyidik kasus dugaan pencabulan terhadap enam santri yang masih di bawah umur yang dilakukan oleh FZ (53 tahun), pengasuh sebuah pondok pesantren di Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi. Hingga saat ini, FZ masih berstatus sebagai saksi, belum tersangka.

Kisah Arifin Sidhik Mengembngkan Program Kemitraan di Pesantren

Ilustrasi kasus pencabulan

Photo :

Tindak Tegas Tanpa Kecuali

Terangsang, Farihul Amin Tega Cabuli 2 Anak Tirinya Secara Bergilir

“Polisi pasti profesional dalam menangani kasus ini. Kami tindak tegas tanpa kecuali. Kalau ada bukti unsur pidananya, polisi akan menindaktegas, siapa pun itu. Semua memiliki hak sama di mata hukum, semua juga harus mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya secara hukum,” kata Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polresta Banyuwangi Inspektur Polisi Satu Lita Kurniawan kepada VIVA, Sabtu, 25 Juni 2022.

Baca juga: Kasus Pengasuh Pesantren Cabuli Santri di Banyuwangi Naik Penyidikan

Kisah Inspiratif dari Anak Santri, Ciptakan Produk Pangan untuk Solusi Kesehatan

Minta Diberi Waktu

Kurniawan meminta masyarakat untuk memberikan waktu kepada penyidik untuk menyidik kasus tersebut agar bukti unsur pidananya terang benderang. Saat ini, lanjut dia, penyidik belum menetapkan FZ sebagai tersangka. Sebab, FZ masih belum diperiksa dan akan dijadwalkan pekan depan.

“Kita beri kesempatan terlapor dulu untuk mengklarifikasi, karena di sini ada asas praduga tak bersalah,” katanya.

Cabuli 6 Santri

Diberitakan sebelumnya, FZ dilaporkan ke Kepolisian Resor Kota Banyuwangi atas dugaan pencabulan terhadap enam santrinya, satu korban laki-laki dan lima korban perempuan. Polisi pun memanggil FZ selaku terlapor untuk mengklarifikasi laporan yang diajukan para korban tersebut.

Sekjen Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA), Veri Kurniawan, yang mendampingi para korban menjelaskan berdasarkan data yang masuk, sementara ini jumlah korban sebanyak enam orang, semuanya duduk di bangku SMA. Keenam santri ini merupakan santri dalem, yang sehari-hari membantu di rumah terlapor.

“Para korban kelas 2 dan 3 SMA,” katanya dihubungi VIVA pada Kamis, 23 Juni 2022, malam.

Veri menjelaskan terlapor leluasa melakukan pencabulan karena keenam korban merupakan santri dalem yang setiap hari melayani pekerjaan rumah keluarga terlapor. Korban tak kuasa menolak keinginan syahwat terlapor karena di bawah ancaman dan paksaan. Ada juga korban yang diiming-imingi mahar uang Rp500 ribu.

“Satu korban disetubuhi dan lima korban dicabuli,” katanya.

Dia menuturkan kasus itu terungkap ketika salah satu korban mengadu ke seorang guru yang mengajar di sekolah yang berada di bawah naungan yayasan pesantren yang dikelola terlapor. Korban mengadu karena telah dicabuli terlapor.

“Guru itu kemudian melapor ke kepala sekolah. Karena ini menyangkut nama baik banyak pihak, juga yayasan, maka didiamkan dulu,” kata Veri.

Kendati begitu, penelusuran tetap dilakukan. Ternyata, dalam penelusuran, korban tidak hanya satu orang, tapi ada juga lima korban lainnya. Para korban didampingi pihak keluarga dan aktivis TRC PPA kemudian melaporkan itu ke Polresta Banyuwangi. Beberapa hari kemudian kepolisian mengirimkan surat panggilan ke terlapor di rumahnya.

“Ternyata si terlapor ini sudah tidak ada di rumah,” kata Veri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya