Politikus PKS Ungkap Kendala Pembuangan Sampah Depok ke Nambo Bogor

Ketua Komisi IV, DPRD Provinsi Jawa Barat, Imam Budi Hartono.
Sumber :
  • VIVAnews/ Zahrul Darmawan (Depok)

VIVA – Rencana pembuangan sampah dari Tempat Pembuangan Sampah Akhir atau TPSA Cipayung, Depok, ke wilayah Lulut Nambo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang diusulkan sejak beberapa tahun lalu, diperkirakan baru bisa terealisasi pada 2020. Salah satu penyebab alotnya proyek itu diduga, terkait dengan isu politik.

Pemkot Tangsel Tiap Hari Berjibaku Atasi 1000 Ton Sampah, Benyamin: Persoalan yang Serius

Hal itu diungkapkan Ketua Komisi IV, Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Provinsi Jawa Barat, Imam Budi Hartono, usai menggelar diskusi permasalahan Tempat Pengolahan dan Pembuangan Sampah Akhir (TPPSA) Regional, Lulut Nambo dengan sejumlah instansi terkait dan warga di Kota Depok, Sabtu 9 November 2019.

Imam mengungkapkan, alasan yang diutarakan Bupati Bogor Ade Yasin enggan menyetujui pemakaian lahan tersebut saat ini, karena ada penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkades), yang dilakukan secara serentak di beberapa wilayah di Kabupaten Bogor.

Tim Saber Pungli Depok Beraksi, Amankan 4 Orang dari Terminal Depok

“Jadi, menurut beliau (Bupati Bogor), kalau sampah dipindahkan sekarang akan berpengaruh terhadap pemungutan suara Kepala Desa. Juga, soal kompensasi lahan,” ujarnya.

Faktor lainnya, ialah investor yang akan mengelola TPPSA, Lulut Nambo mengaku tidak memiliki cukup modal. “Seharusnya, pihak investor telah mempersiapkan segi finansial jauh-jauh hari sebelum menerima proyek tersebut. Masa iya sih Rp60 miliar saja tidak ada,” ujarnya

Proyek Pengolahan Sampah Jadi Energi di Bekasi Terancam Gagal Karena Tata Kelola Buruk

Namun untuk poin anggaran, Imam menegaskan, pihaknya akan kembali melakukan pemeriksaan secara mendalam. “Untuk angka pastinya, kami masih harus mengeceknya terlebih dahulu apakah harus ditambahkan atau bahkan dikurangi. Namun, diperkirakan ini membutuhkan dana kurang lebih Rp60 miliar,” katanya.

“Kita juga akan melihat, apakah benar mereka (investor swasta) kekurangan dana atau tidak, karena kan memang kendalanya pembebasan lahan  untuk pengelolaan sampah tersebut," katanya.

Lebih lanjut, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan, rancangan pengajuan anggaran pada APBD 2020 mendatang, untuk mempercepat penggunaan lahan di kawasan Lulut Nambo sebagai TPPSA, juga telah dilakukan pihaknya ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun, hal itu kembali terkendala karena belum keluarnya persetujuan dari Bupati Bogor.

“Kita intervensi terus, dan memang harus duduk bersama. Intinya, kami akan mendorong agar tahun ini Kota Depok bisa membuang sampah ke Nambo,” ujarnya.

Imam menargetkan, pada 2020, hal itu sudah bisa terealisasi. Ia berharap, Bupati Bogor, Ade Yasin bisa bersinergi dengan baik.

“Ya ini kan NKRI, jangan karena wilayah saya (Bupati Bogor) wilayah lain tidak boleh buang sampah di situ. Sejak awal kan sudah ada perjanjian antara Provinsi Jabar, Kota Depok, Kabupaten Bogor, dan sekitarnya meskipun bukan dia (Ade Yasin), bupatinya saat itu.”

TPPSA Nambo

Sementara itu, Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna pun berharap rencana pembuangan sampah ke TPPSA Lulut Nambo bisa segera terlaksana. Sebab, kondisi TPSA Cipayung sudah sangat memprihatinkan.     

“Kondisinya sudah over, harus segera dicarikan solusi. Mungkin nanti teknisnya per hari sampah dari Depok, sekira 300 ton akan dialihkan ke TPPSA Nambo. Ya kita sih berharap, bisa segera terealisasi makanya kita duduk bareng,” ujarnya.

Untuk diketahui, sesuai perjanjian kerja sama antara Pemerintah Kota Bogor, dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan beberapa daerah lain seperti Kota Depok, Kabupaten Bogor dan Kota Tangerang Selatan, terjalin kesepakatan akan membuang sampah ke TPPSA Regional Lulut Nambo yang direncanakan beroperasi mulai pertengahan 2020 mendatang.

Atas perjanjian tersebut, Pemerintah Kota Bogor dibebankan untuk membayar tipping fee yang kisarannya Rp134.000, untuk per ton sampah yang dibuang ke TPPSA Nambo.

Pemerintah Kota Bogor harus menaati perjanjian bersama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sebab, TPPSA Nambo perlu memproduksi refuse derived fuel (RDF) yang membutuhkan kurang lebih 1.800 ton sampah per hari untuk diolah menjadi RDF.

Nantinya, RDF yang berbentuk padat itu akan dijual ke pabrik semen sebagai bahan bakar pengganti batu bara. TPPSA Nambo memiliki luas lahan sekira 40 hektar. Angka ini jauh lebih luas ketimbang TPA Cipayung yang hanya sekira 10 hektar.

Dari kuota 300 ton sampah per hari tersebut, Pemerintah Kota Depok diminta pembayaran Rp125 ribu per ton. Sepuluh persennya digunakan untuk membayar Kompensasi Dampak Negatif (KDN) bagi masyarakat sekitar TPPSA Lulut Nambo.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya