Imam Nahrawi Janji Beberkan Penerima Aliran Suap dari KONI

Mantan Menpora, Imam Nahrawi
Sumber :
  • VIVAnews / Robbi Yanto

VIVA – Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi berjanji membeberkan para pihak yang turut menikmati aliran dana suap dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), dalam proses persidangan. 

Kemenpora: Proses Transisi Pemerintahan Harus Diisi Gagasan Segar Anak Muda

Hal itu disampaikan Imam usai menjalani sidang perdana kasus dugaan suap dan gratifikasi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 14 Februari 2020. "Siap-siap saja yang merasa nerima dana KONI ini, siap-siap," kata Imam.

Meski demikian, Imam masih enggan menjelaskan lebih dini siapa saja penikmat aliran uang suap KONI, termasuk kemungkinan adanya penyelenggara negara lain yang turut menerima aliran uang tersebut. "Terima kasih support-nya ya semua teman-teman. Terima kasih dukungannya," katanya.

Kemenpora Dukung Turnamen PBSI Sumedang Open 2024

Dalam perkara tersebut, Jaksa KPK mendakwa Imam Nahrawi bersama-sama asisten pribadinya, Miftahul Ulum telah menerima suap sebesar Rp11,5 miliar. Uang tersebut untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). 

Tak hanya didakwa menerima suap, Imam bersama-sama dengan Ulum juga didakwa telah menerima gratifikasi terkait dengan jabatannya dari sejumlah pihak, dengan nilai total Rp8,6 miliar.

Mahfud Khawatir Korupsi Meluas dan Merusak Negara jika Jumlah Kementerian Bertambah

Imam menyebutkan, dakwaan Jaksa tersebut keliru. Imam bahkan menyebut dakwaan jaksa sebagai narasi fiktif. "Banyak narasi fiktif (dalam dakwaan) di sini. Nanti kami akan lihat (dalam pemeriksaan saksi)," kata Imam.

Selain suap dana hibah KONI dan gratifikasi yang tercantum dalam dakwaan Imam dan Ulum, Jaksa KPK mulai menelisik proyek-proyek di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). 

Olympic Center

Dalam persidangan dengan terdakwa Miftahul Ulum pada Kamis, 13 Februari 2020, misalnya, Jaksa KPK mendalami proses penganggaran terkait pembangunan Olympic Center. 

Hal ini dilakukan Jaksa dengan mengonfimasi kepada Sekertaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot S Dewa Broto yang dihadirkan sebagai saksi. 

Menjawab hal ini, Gatot mulanya membenarkan Kemenpora mengajukan anggaran untuk pembangunan Olympic Center ke DPR. Namun belakangan, setelah disetujui peruntukan anggaran digeser untuk broadcasting fee.

Pembatalan anggaran pembangunan Olympic Center yang ditaksir nilainya kurang dari Rp400 miliar tersebut atas permintaan Wakil Presiden ketika itu Jusuf Kalla. Terdapat sejumlah alasan JK meminta pembangunan itu dibatalkan, salah satunya agar Kempora fokus terhadap penyelenggaraan Asian Games.

"Tapi keluar surat dari bapak Wakil Presiden. Intinya karena moratorium larangan pembangunan instalasi pemerintah masih berlaku. Kedua karena ingin fokus untuk Asian Games, makanya pak Wapres secara tertulis minta kepada Menpora untuk dibatalkan dulu. Dan anggaran itu dipakai untuk broadcasting fee," kata Gatot dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis kemarin.

Gatot membenarkan anggaran yang awalnya disetujui Komisi X DPR untuk Olympic Center itu bergeser peruntukannya. Pergeseran peruntukan anggaran itu diklaim sah lantaran didiskusikan dan disetujui Komisi X DPR. Adapun terkait broadcasting fee itu menelan biaya lebih dari Rp600 miliar. "Kemudian direvisi," kata dia.

Jaksa pun mendalami proses pengajuan anggaran pembangunan Olympic Center oleh Kemenpora ke DPR. Namun Gatot mengklaim tak mengetahuinya.

Tak puas dengan jawaban itu, jaksa mencecar Gatot soal dugaan suap terkait persetujuan dan pergeseran peruntukan anggaran tersebut. Gatot mengklaim tak mengetahui hal tersebut.
"Enggak tahu," kata Gatot. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya