Politisi PKS Kritik Ahok soal Penjualan Miras di Jakarta

Ilustrasi botol minuman alkohol
Sumber :
  • iStock
VIVA.co.id
- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Tubagus Arif, mengkritik pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama yang membolehkan penjualan minuman keras (miras) dan minuman beralkohol (minol) di minimarket yang beroperasi 24 jam di Jakarta. Dalih Ahok bahwa penjualan itu dilakukan sangat ketat dan selektif dinilai berbeda dengan kenyataan.


"Tidak ada Satpol PP yang menindak, ditambah lagi minimarket yang menjualnya dekat dengan sekolah atau pemukiman warga yang sering lolos terhadap aturan pembeli dilarang dibawah 18 tahun, meski sudah menggunakan kamera CCTV. Gubernur harus baca aturannya lagi,” kata Arif yang juga duduk sebagai Sekretaris DPW Partai Keadilan Sejahtera DKI Jakarta itu, Kamis, 22 Januari 2015.


Menurutnya, dari jawaban Gubernur di sidang paripurna tersebut, yang harus dikritisi mengacu Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum pasal 46 dengan penjelasannya secara utuh.
Tak Mau Terjebak Macet Demo, Ini Pengalihan Lalu Lintasnya


Dipenuhi Massa, Lalu Lintas di Sekitar Monas Belum Ditutup
Bunyi dari penjelasan pasal 46 sendiri adalah, yang dimaksud dengan minuman beralkohol adalah minuman beralkohol golongan A (kadar ethanol kurang dari lima persen), golongan B (kadar ethanol lebih dari lima persen sampai dengan 20 persen) dan golongan C (kadar ethanol lebih dari 20 persen sampai dengan 55 persen).  

Jelang Demo, Lalu Lintas Seputar Istiqlal Macet Parah

“Artinya yang bukan minuman beralkohol itu adalah yang tidak ada kadar ethanolnya alias 0 persen,” kata Politikus PKS daerah pemilihan Jakarta Utara III ini.


Lebih lanjut Tubagus menyampaikan, dalam hal selektifitas aturan ini tidak terlihat, siapa yang mengawasi dan menindak, kalaupun ada tidak berjalan.


Saat ini, menurut data BPS tahun 2012 menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan. Sebanyak 83,1 persen remaja Indonesia pernah minum minuman beralkohol.


Belum lagi data tahun 2013 yang menyebutkan bahwa aspek mabuk menyumbang sekitar 1,2 persen terhadap total kasus kecelakaan yang terjadi pada 2013, 16 persen korbannya berujung pada kematian.


“Mestinya efek dari bahaya ini juga dilihat oleh Gubernur, bukan hanya sekadar aturan yang ketat dan selektif. Apakah kita masih kurang peduli?” ujarnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya