Polemik Eks Koruptor Dilarang Nyaleg, Ini Solusi Wiranto

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto (tengah)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Menko Polhukam, Wiranto memberikan pandangannya terkait polemik kengototan KPU yang ingin ada aturan larangan koruptor maju sebagai calon anggota legislatif. Dia sependapat memang tak layak eks koruptor maju lagi jadi caleg. Namun, hal ini harus diatur dengan cara yang benar.

KPU Ungkap Alasan Abaikan Permintaan PDIP Tunda Penetapan Prabowo

"Semangatnya sama. Presiden sudah komentar. Wapres juga. Saya juga. Memang tidak selayaknya orang yang korup, punya cacat maju lagi mewakili rakyat. Dan dipilih lagi. Tapi caranya enggak boleh salah," kata Wiranto di gedung DPR, Jakarta, Kamis 7 Juni 2018.

Ia menjelaskan, lantaran aturan soal larangan eks napi korupsi nyaleg karena dirumuskan dalam Peraturan KPU (PKPU). Padahal, peraturan seperti PKPU tak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya yaitu UU.

KPU Akan Batasi Maksimal 600 Pemilih Per TPS untuk Pilkada 2024

Wiranto memahami bila Menkumham Yasonna Laoly belum meneken PKPU tersebut.

"Misalnya, UU tidak boleh bertentangan dengan UUD. Nah, ini PKPU kalau diteken oleh Menkumham, maka Menkumham akan disalahkan. Karena menentang keputusan di atasnya," jelas Wiranto.

Harapan Prabowo Jelang Penetapan Presiden-Wakil Presiden Terpilih 2024 di KPU

Kemudian, ia mencontohkan lagi misalnya, ada putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah final menyebut mantan terpidana boleh maju nyaleg. Dengan PKPU ini, ia khawatir ada kesemrawutan.

"Sudah menjalani. Tiba-tiba ada PKPU. Nah ini kan jadi kesemrawutan hukum. Nah tugas Kemenkumham untuk menata hukum itu agar pasti dan jelas," kata Wiranto.

Wiranto berharap, jangan sampai ada kesemerawutan hukum yang menjadi kegaduhan di masyarakat. Ia ingin menciptakan keadaan yang membuat tentram, sebelum cuti lebaran.

Terkait persoalan ini, ia menegaskan akan menggelar rapat dengan semua pihak terkait. Ia menekankan polemik ini jangan terus berkelanjutan sehingga harus ada titik temu.

"Semua yang gaduh kita tentramkan dulu. Supaya menghadapi lebaran tentram sehingga saling memaafkan. Dikoordinasikan dulu. Beda pendapat bisa terjadi. Boleh-boleh saja. Tapi enggak boleh berkelanjutan, harus ada titik temu." (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya