Peneliti: Ada Penanganan Berbeda dari Golkar di Kasus Idrus Marham
- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
VIVA – Peneliti Centre for Strategic and International Studies Arya Fernandes menilai, ada penanganan krisis yang berbeda dari Partai Golkar dalam kasus Idrus Marham.
Penanganan itu berbeda dengan saat ada kasus Setya Novanto. "Kalau Setya Novanto dari sisi penanganan krisisnya terlalu panjang sehingga dramanya panjang, publik sentimennya negatif," kata Arya di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 25 Agustus 2018.
Arya menilai, banyak kader Golkar yang memahami tidak boleh ada gejolak internal dalam partai. Hal itu karena partai pimpinan Airlangga Hartarto ini akan menghadapi Pemilihan Umum 2019. "Kalau sekarang di internal relatif tidak ada gejolak karena Pemilu sudah dekat, kader harus survive," ujar Arya.
Hal itu, menurut dia, dipahami sendiri oleh Idrus. Idrus pun cepat mundur dari posisinya sebagai menteri sosial, sebelum benar-benar resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya kira itu langkah yang taktis ya. Kalau ditetapkan sebagai tersangka saat menteri, efek negatifnya lebih kuat. Jadi itu lebih soft landing. Ketimbang saat menteri," kata Arya.
Sebelumnya, Idrus mundur dari Menteri Sosial dan pengurus Golkar setelah tersangkut kasus hukum di KPK, Jumat, 24 Agustus 2018. Idrus menjadi tersangka kasus proyek PLTU Riau-1 di Perusahaan Listrik Negara.