KPK Usut Keterlibatan Koorporasi Lippo Group di Skandal Meikarta

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kanan) didampingi penyidik menunjukkan barang bukti hasil operasi tangkap tangan (OTT) di gedung KPK, Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Alexander Marwata, mengungkapkan pihaknya perlu memeriksa direksi Lippo Group untuk dalami sejauh mana dugaan keterlibatan korporasi terkait perkara suap izin proyek Meikarta.

Genjot Ekonomi Digital, Lippo Karawaci dan Gojek Kolaborasi

"Saya meyakini ada alasan yang cukup untuk memeriksa manajemen Lippo. Terutama dilihat peran korporasinya. Kami ingin melihat sejauh mana korporasi berperan," kata  Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis, 25 Oktober 2018. 

Sementara hari ini, penyidik telah memeriksa Presiden Direktur Lippo Cikarang Tato Bartholomeus dan Direktur Lippo Karawaci Ketut Budi Wijaya. Alexander mengatakan, pemeriksaan itu untuk mendalami kebijakan manajemen dalam kasus dugaan suap tersebut.

Lanjutkan Ekspansi, Siloam Terus Bangun Rumah Sakit Baru di 2022

"Kalau petingginya memerintahkan memberikan sesuatu, kalau mengacu kepada Perma, korporasi bisa kena kalau tidak mencegah. Mungkin itu yang didalami penyidik ya," kata Alexander.

Perma dimaksud Alexander yakni Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.

Meikarta Target Serahterimakan 3.100 Unit Apartemen pada 2022

Dalam kasus ini, selain Direktur Operasi Lippo Group, Billy Sindoro, penyidik KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kadis PUPR Bekasi, Jamaludi, Kadis Damkar Sahat MBJ Nahar, Kadis DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati, serta Kabid Tata Ruang pada Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi, sebagai tersangka. 

Kemudian Henry Jasmen selaku pegawai Lippo Group dan dua Konsultan Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djajaja.

Bupati Neneng dan yang lainnya diduga menerima hadiah atau janji Rp13 miliar terkait pengurusan perizinan proyek Meikarta. Namun realisasi pemberian itu, sampai saat ini baru sekitar Rp7 miliar melalui beberapa Kepala Dinas.

Keterkaitan sejumlah dinas karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni miliki rencana membangun apartemen, pusat perbelanjaan, RS, hingga tempat pendidikan. Jadi dibutuhkan banyak perizinan.

Pada kasus ini, penyidik KPK pun sudah geledah sejumlah tempat. Salah satunya rumah James Riady yang diketahui merupakan bos besar Lippo Group.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya