VIVAnews - Pelarangan Film 'Balibo' oleh Lembaga Sensor Film (LSF) bukan kali pertamanya.
Pasca reformasi, pelarangan film kontroversial yang menyinggung sensitifitas politik Indonesia juga pernah dilakukan. Tepatnya, pada tahun 2005.
Film dokumenter 'Black Road' yang dibuat oleh sutradara asal Australia, William Nessen dilarang tayang.
Film ini mengambil lokasi di Aceh, meliput perlawanan kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sejak tahun 2001 sampai 2003.
Nessen pertama kali pergi ke Aceh pada 2001, sebagai seorang jurnalis. Tak terbersit keinginan untuk memuat film, dia hanya mengambil cuplikan-cuplikan gambar yang akan dia jual ke jaringan televisi.
Penelusuran VIVAnews, Film 'Black Road' juga dilarang dalam gelaran Jakarta International Film Festival (JiFFest) tahun 2006.
Dalam festival tersebut, 'The Black Road' tak sendirian, juga dilarang tiga film lainnya yakni 'Passabe',' Timor Loro Sae', serta 'Tales of Crocodile'. Ketiganya tentang konflik di Timor Timur, sekarang Timor Leste.
Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) saat itu, Titi Said beralasan larangan dilakukan karena film-film tersebut penuh adegan keras, menggambarkan kekejaman oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI). Masyarakat dianggap belum siap menonton adegan-adegan kekerasan.
Sementara Film 'Black Road' dianggap tak sesuai jaman. Sebab, menurut Titi saat itu, kondisi Aceh sudah kondusif. Perdamaian yang bertahun-tahun diusahakan hingga ke Helsinki pun telah membuahkan hasil.