TII Minta Presiden dan Pemerintah Jaga Independensi KPK

Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Transparency International Indonesia (TII) menyatakan Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2018 naik 1 poin dibanding IPK pada tahun 2017.

Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto

Pada 2018, IPK Indonesia meraih skor 38 poin dari skala 0-100 poin, sementara tahun 2017 dan 2016, skor Indonesia stagnan pada poin 37.

Dengan skor 38, Indonesia menduduki 89 dari 180 negara yang disurvei. Karenanya peringkat Indonesia melonjak 7 peringkat dibanding 2017 yang menduduki peringkat 96.

KPK Periksa Keponakan Surya Paloh

TII menyerukan instansi dan lembaga terkait melakukan sejumlah langkah untuk membuat kemajuan nyata lawan korupsi dan memperkuat demokrasi. Kepada Presiden Joko Widodo dan jajaran pemerintah, TII menyerukan untuk turut menjaga dan melindungi Independensi KPK dalam menjalankan tugasnya mencegah dan memberantas korupsi.

"Transparency International Indonesia (TII) menyerukan kepada Presiden (Jokowi) dan pemerintah ikut menjaga dan melindungi independensi KPK dalam menjalankan fungsi penegakan hukum," kata Manajer Riset TII, Wawan Suyatmiko dalam peluncuran IPK Indonesia tahun 2018 di kantor KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 29 Januari 2019.

KPK Setor Uang ke Kas Negara Rp1,1 Miliar dari Eks Pejabat Muara Enim

TII juga menyerukan agar Jokowi dan pemerintah untuk perkuat integritas lembaga-lembaga yang bertanggung jawab pada pelayanan publik, pengawasan internal dan penegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan lembaga pemasyarakatan. Jokowi dan pemerintah juga diminta menutup kesenjangan antara regulasi dengan praktik penegakan hukum antikorupsi.

"TII juga menyeru Presiden dan pemerintah mendukung dan melindungi masyarakat sipil dan media yang bebas dari tekanan dan ancaman pada pengungkapan korupsi," kata Wawan.

Adapun kepada DPR dan partai politik, TII menyeru untuk menempatkan diri bukan sebagai beban pemberantasan korupsi. Sebaliknya, DPR RI dan partai politik seharusnya menjadi bagian penting agar dalam menjalankan semua agenda antikorupsi untuk ciptakan politik dan demokrasi yang bermartabat.

"TII menyerukan DPR dan partai politik mendukung sepenuhnya upaya pemberantasan korupsi secara politik.m dengan mengurungkan segala kebijakan legislasi yang tidak berpihak pada penguatan gerakan antikorupsi dan sebaliknya harus aktif mengembangkan dan mendorong penguatan regulasi antikorupsi yang lebih progresif," ujarnya.

Sementara untuk KPK, TII menyerukan supaya lembaga antikorupsi mempertahankan independensi kelembagaan sebagai penegak hukum sebagaimana yang diamanatkan Prinsip-prinsip Jakarta tentang Badan-badan Antikorupsi se-dunia pada 2012 lalu. KPK juga diminta membangun peta jalan yang komprehensif dan bersinergi dalam melaksanakan peta jalan tersebut dengan berbagai pihak terutama terkait penindakan dan pencegahan korupsi terintegrasi.

"TII juga menyerukan KPK memperkuat kelembagaan melalui optimalisasi rencana strategis, anggaran dan peningkatan kemampuan serta memberikan proteksi kepada personilnya," kata Wawan.

TII juga menyerukan KPU dan Bawaslu turut berperan lakukan langkah nyata melawan korupsi dan perkuat demokrasi. Di tahun 2019 yang dikenal dengan tahun politik, KPU dan Bawaslu wajib tak memberikan toleransi pada perilaku korupsi kepada para peserta pemilu dan memberikan pendidikan politik dan demokrasi yang berintegritas kepada masyarakat.

Sementara kepada kalangan swasta, TII meminta untuk terus mengembangkan sistem antikorupsi secara internal dan terapkan sistem kepatuhan pada sistem antikorupsi dengan menerapkan standar bisnis yang bersih, berintegritas dan antikorupsi. Kepada masyarakat sipil dan media, TII menyerukan secara aktif memperjuangkan jaminan kebebasan politik, seperti hak atas informasi publik, bak untuk berpartisipasi dan berekspresi.

"Masyarakat sipil dan media juga secara aktif melakukan pengawasan terhadap proses regulasi dan pembuatan kebijakan publik khususnya yang terkait alokasi sumber daya publik, dan melakukan pendidikan antikorupsi untuk masyarakat luas," ujarnya.

Dipaparkan Wawan terdapat sembilan sumber data yang dipergunakan untuk menyusun CPI tahun 2018. Terdapat dua sumber data yang menyumbang kenaikan IPK Tanah Air tahun 2018, yakni Global Insight Country Risk Ratings dan PERC (Political and Economic Risk Consultancy) Asia Risk Guide.

Sementara lima sumber data memberikan skor stagnan yakni, World Economic Forum, PRS International Country Risk Guide, Bertelsmann Foundation Transform Index, Economist Intelligence Unit Country Ratings, dan World Justice Projects. Sedangkan dua sumber data mengalami penurunan yakni lMD World Competitiveness Yearbook dan Varieties of Democracy Projects.

"Peningkatan terbesar dikontribusikan oleh Global Insight Country Risk Ratings dengan peningkatan sebesar 12 poin dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini dipicu oleh lahirnya sejumlah paket kemudahan berusaha dan sektor perizinan yang ramah investasi," ujarnya.

Sedangkan penurunan terbesar dikontribusikan pada IMD World Competitiveness dengan penurunan tiga poin. Penurunan ini dipicu oleh makin maraknya praktik korupsi dalam sistem politik di Indonesia," imbuhnya.

Dalam kesempatan sama, Sekjen TII, Dadang Trisasongko mengungkapkan analisis silang data antara tren korupsi dengan demokrasi di seluruh dunia mengungkapkan korupsi merupakan virus yang merusak demokrasi. Korupsi terbukti mendorong demokrasi untuk hasilkan lingkaran setan di mana merusak lembaga demokrasi tersebut.

"Untuk itu, sistem politik dan demokrasi harus diperbaiki untuk kebal dari korupsi sehingga akan menghasilkan demokrasi yang berkualitas," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya