BPN Sebut Banyak Kartu Tak Efisien, Cukup Pihak Jokowi 'Jualan Kartu'

Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Yandri Susanto
Sumber :
  • VIVA/Lilis Khalisotussurur

VIVA – Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional atau BPN Prabowo-Sandiaga, Yandri Susanto menilai, cukup Joko Widodo saja yang 'berjualan' kartu. Menurutnya, banyak kartu tak efektif.

INFOGRAFIK: Cara Buat KTP Digital

"Karena itu, bangsa dalam mengeluarkan kartu itu saya kira, sudah cukuplah pihak sebelah 'jualan kartu'," kata Yandri di gedung DPR, Jakarta, Senin 18 Maret 2019.

Ia menjelaskan, Undang-undang Kependudukan nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, Undang-undang Pilkada dan UU Pemilu memerintahkan kepada penyelenggara pemerintahan untuk hanya satu data kependudukan. 

Rektor UIN Jakarta Semprot Agus Rahardjo Soal e-KTP: Pak Agus Seharusnya Merespon Saat Itu

"Data apapun dari situ bisa digunakan, untuk perbankan, untuk orang miskin, untuk menyalurkan bantuan. Jadi, apa yang disampaikan bang Sandi tadi malam sebagai pamungkas, jadi enggak perlu orang di dompet itu kartunya bertumpuk-tumpuk, dan itu tidak efektif dan efisien," kata Yandri.

Ia mengutarakan, mencetak satu kartu perlu biaya. Kalau rusak, maka harus dicetak lagi. Karena itu, kalau ada banyak kartu, maka akan banyak mengeluarkan uang.

Respon Jokowi Usai Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo Dilaporkan ke Bareskrim Polri

"Daripada cetak kartu, lebih baik kita tuntaskan masalah e-KTP, supaya tak ada lagi e-KTP tercecer, e-KTP itu bisa kita distribusikan datanya, apakah untuk keperluan keamanan, untuk keperluan perbankan, untuk keperluan dana sosial, untuk keperluan mengentaskan kemiskinan," kata Yandri.

Menurutnya, jika diintegrasikan ke dalam e-KTP, menjadi tidak bisa dipalsukan datanya dan bisa dipertanggungjawabkan. Lalu, kedudukan orang bisa diketahui, begitu pun dengan pendidikannya.

"Itu lengkap sekali dan saya kira, tidak perlu ada pihak yang nyinyir atau membantah dan harus mengakui bahwa e-KTP atas undang-undang, satu-satunya sumber data yang harus diakui Republik ini, satu-satunya sumber informasi yang bisa dipertanggungjawabkan validitasnya ataupun kemurniannya. Karena itu, tidak perlu ada yang lain," kata Yandri. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya