Wacana Pemindahan Ibu Kota Muncul Lagi, Dibahas di Rapat Kebinet

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

VIVA – Pemerintah pusat, sangat serius melakukan kajian untuk memindahkan Ibu kota negara dari Jakarta. Tiga alternatif daerah telah ditawarkan.

PR Pemerintah: Angka Kemiskinan Masih Jauh dari Target RPJMN 2020-2024

Ini disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Negara dan Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, dalam paparannya saat rapat kabinet terbatas di kantor Presiden, Senin 29 April 2019

Dia menjelaskan, Jakarta saat VOC adalah daerah yang dijadikan pusat perdagangan dan perkebunan. Seiring perkembangan waktu, diubah menjadi Ibu kota negara. Ini sebagai cerminan identitas Indonesia, sebagai kota modern dan berkelas internasional.

Kemenpora: Proses Transisi Pemerintahan Harus Diisi Gagasan Segar Anak Muda

Ia menjelaskan, Ibu kota yang baru nantinya hanya untuk eksekutif yang di dalamnya ada kementerian dan lembaga, legislatif di dalamnya ada DPR, MPR dan DPD, dan yudikatif, yakni kehakiman, kejaksaan, dan MK.

Tempat baru pengganti Jakarta itu harus memiliki unsur keamanan, yakni TNI dan Polri, serta perwakilan kedutaan negara sahabat dan perwakilan organisasi internasional.

Pemprov DKI Jakarta Raih Penghargaan 3 Provinsi Terbaik, Wujudkan Kota Berketahanan

"Fungsi jasa keuangan, perdagangan, dan industri tetap akan di Jakarta. Misalkan BI (Bank Indonesia), OJK (Otoritas Jasa Keuangan), BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) tetap di Jakarta," kata Bambang.

Karena itu, ada tiga alternatif yang ditawarkan Bappenas. Pertama, Ibu kota Indonesia tetap di Jakarta. Tetapi, dibuat governance distrik.

"Daerah di seputaran Istana dan Monas itu akan dibuat khusus hanya untuk kantor pemerintahan, khususnya kementerian dan lembaga. Berarti harus mengubah peruntukan di wilayah seputaran Istana Monas," kata Bambang.

Namun, diakui Bambang, opsi ini akan banyak dampak negatifnya. Hanya semakin membuat Jakarta sebagai pusat segalanya. Juga dampak urbanisasi, menurutnya, menjadikan pertumbuhan ekonomi tidak merata dan optimal.

Alternatif kedua, mengambil contoh Malaysia. Yakni, memindahkan Ibu kota ke wilayah terdekat dengan Jakarta, seputaran Jabodetabek. Tetapi, diperlukan wilayah yang sangat luas. Hanya kelemahannya, menurut dia, tetap perekonomian akan berpusat di Jakarta.

"Ketiga, memindahkan Ibu kota langsung ke luar Jawa," katanya.

Konsep ketiga di luar Jawa, ini agar perekonomian merata dan tidak hanya berpusat di Jawa saja. "Jawa yang saat ini menyumbang 58 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto), tetapi juga mulai bergerak kegiatan tambahan di luar Jawa," katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya