Kivlan Zen Bantah Aliran Dana dari Habil Marati untuk Beli Senpi

Kivlan Zen (tengah).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

VIVA – Tersangka dugaan kepemilikan senjata api ilegal, Kivlan Zen selesai diperiksa penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Ia dicecar 23 pertanyaan, terkait aliran dana dari tersangka percobaan pembunuhan Habil Marati.

Viral Ucapan Gus Samsudin: Konten Tukar Pasangan Itu Dakwah, Saya Senang di Penjara

"Tadi itu, hanya konfirmasi tentang aliran dana. Ada 23 lebih kurang pertanyaan," kata Kuasa Hukum Kivlan, Muhammad Yuntri di Mapolda Metro Jaya, Senin 17 Juni 2019.

Yuntri mengatakan, kliennya membantah uang yang diterima dari Habil digunakan untuk pembelian senjata api dan merencanakan pembunuhan. Namun, dana itu diterima untuk kepentingan aksi unjuk rasa antikomunis terkait Supersemar.

7 Pria Dieksekusi oleh Arab Saudi Gegara Tuduhan 2 Hal Mengerikan

"Jadi, sudah kita bantah semua, tidak ada keterlibatan aliran dana yang mengarah kepada pembunuhan, pengadaan senjata. Tidak ada," ujar Yuntri.

Sebelumnya, Kivlan mengaku telah menerima uang dari Politikus PPP, Habil Marati. Ia menerima SGD4.000 atau setara Rp42.400.000.

Jadi Relawan Prabowo, Eks Kapolda Metro Era Presiden Gus Dur Tak Khawatir Diserang Isu Makar

"Mengakui, tapi tidak sesuai dengan tuduhan. Uang itu hanya untuk demo. Tidak ada kaitan sama sekali dengan masalah pembelian senjata, membunuh tidak ada sama sekali," kata Yuntri.

Kivlan diperiksa lebih kurang selama 10 jam. Ia mulai diinterogasi penyidik terkait aliran dana itu sejak pukul 11.00 hingga selesai sekitar pukul 21.00 WIB. Dalam pemeriksaan itu, Kivlan memberikan nomor rekening ke penyidik untuk mengecek uang yang masuk.

"Dicek tadi rekening. Dikasihkan rekeningnya, bahwa terima ke rekening ia terima dan sampaikan ada. Yang satu Rp50 juta. Yang satu lagi SGD4.000, untuk kegiatan antikomunis atau supersemar yang di Monas," kata Yuntri.   

Yuntri menerangkan, uang Rp50 juta itu diberikan Kivlan kepada anak buahnya Iwan Kurniawan (IK) yang saat ini juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Uang itu digunakan untuk tour ke daerah-daerah, mengantisipasi gerakan-gerakan komunis.

"Kemudian, Iwan ditugaskan untuk demo dan dia menyanggupi seribu orang dibawa dari Banten. Nyatanya tidak ada, dan kemudian menghilang," kata Yuntri.

Yuntri mengungkapkan, Kivlan dan Habil saling kenal mengenal sejak setahun yang lalu. Mereka kenal lewat sebuah grup di media sosial WhatsApp (WA).

Uang yang diterima Kivlan, kata Yuntri, diberikan secara sukarela oleh Habil. Tak ada imbalan apa pun yang diharapkan oleh Habil.

"Sukarela saja. Mereka kan kenal dari WA grup. Itu grup untuk diskusi saja tentang masalah kebangsaan. Itu ada gerakan GMBI, karena di diskusi itu berkembang butuh uang untuk keperluan gerakan antikomunis, beliau (Habil) kasih," ujar Yuntri.

Meski telah kenal satu tahun, Yuntri menyebut, kliennya tak terlau dekat dengan Politikus PPP itu. "Dekat juga enggak, jauh juga enggak, tapi kenal baik," aku Yuntri.

Habil Marati disebut sebagai donatur eksekutor empat pejabat negara yang menjadi target pembunuhan. Ia menyerahkan uang Rp60 juta kepada para calon eksekutor. Namanya disebut dalam investigasi majalah Tempo yang berjudul 'Tim Mawar dan Rusuh Sarinah' yang terbit pada Senin 10 Juni 2019.

Habil telah ditahan polisi. Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, AKBP Ade Ary mengungkapkan, Habil memberi uang kepada mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zen sebesar SGD15 ribu atau setara Rp150 juta.

Merujuk laporan Tempo, Kivlan memberikan uang itu kepada anak buahnya, Iwan Kurniawan alias Helmi Kurniawan untuk membeli senjata laras panjang dan pendek. Senjata itu disebut untuk menembak mati Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya