Rekomendasi Pansus Pelindo Segera Diserahkan ke Presiden

Ketua Pansus Pelindo II Rieke Diah Pitaloka
Sumber :

VIVA - Sorak-sorai membahana di lantai dasar Gedung Nusantara II DPR, Kamis 25 Juli 2019. Sekitar 50 lebih perwakilan pekerja pelabuhan Tanjung Priok menyambut Rieke Diah Pitaloka.

Pelindo Layani 2,26 Juta Orang Selama Periode Mudik Lebaran 2024

Rieke merupakan Ketua Panitia Khusus Pelindo II. Dalam rapat paripurna DPR, dia menyampaikan hasil kerja dan rekomendasi. Laporan itu diterima oleh sejumlah pimpinan DPR saat memimpin rapat dan disaksikan oleh para pekerja yang menyaksikan dari monitor.

"Apakah laporan akhir pansus angket DPR tentang Pelindo II dilanjutkan dengan pendapat akhir fraksi dan pengambilan keputusan dapat disetujui?" kata Wakil Ketua DPR Utut Adianto dalam rapat paripurna.

Ganjaran Kementerian BUMN untuk Pelindo karena Bantu Promosikan UMKM

"Setuju," sahut para para pekerja yang menonton.

"Mari bung rebut kembali," lanjut para pekerja lainnya sambil bernyanyi lagu 'Halo-Halo Bandung.'

BUMN MIND ID dan Pelindo Dikabarkan Segera IPO

Rapat paripurna pun menyepakati bahwa laporan disetujui dari 10 fraksi di parlemen. Dalam laporannya, Rieke meminta kepada pemerintah menjalankan rekomendasi yang sudah diajukan. Pansus sendiri, kata dia, telah bekerja selama tiga tahun sembilan bulan dan menemukan sejumlah persoalan di dalam tubuh perusahaan pengelola pelabuhan tersebut.

"Mendesak manajemen Pelindo II segera menyelesaikan kasus pelanggaran ketenagakerjaan dan menghentikan segala bentuk kriminalisasi kepada pekerja Pelindo II maupun anak perusahaan Pelindo II,” tegas Rieke.

Rieke menjelaskan, merujuk pada tanggal 6 Juni 2017, BPK dalam menyerahkan audit investigasinya menemukan terjadi penyimpangan terhadap perpanjangan kerja sama PT JICT dan antara PT Pelindo II dengan Hutchinson Port Holding (HPH).

Selain itu, audit juga menyimpulkan, telah terdapat indikasi kerugian negara senilai Rp 4,8 triliun. Ia juga meminta, Presiden mengevaluasi kerja Menteri BUMN Rini Soemarno yang dianggap telah melanggar undang-undang karena mengeluarkan kebijakan di luar wewenang.

"BPK menyatakan telah terjadi berbagai penyimpangan dalam proses perencanaan dan penerbitan global bond. Indikasi kerugian negara USD54,70 juta setara Rp741,7 miliar," tutur Rieke. [mus]

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya