Ratusan Orang di Bali Disebut Positif Corona ternyata Alat Tes Salah

Ilustrasi Rapid Test Dilakukan Tenaga Medis
Sumber :
  • VIVAnews/Muhammad AR

VIVA – Satu dusun di Bali yakni Banjar Serokadan, Desa Abuan, Bangli sempat diisolasi oleh Pemerintah Provinsi Bali setelah 443 orang dari 1.210 warganya dinyatakan reaktif terhadap rapid test atau tes cepat deteksi virus Corona COVID-19.

Tapi rupanya, setelah diuji ulang dengan tes PCR, 275 orang malah dinyatakan negatif. Sisanya, 139 orang masih menunggu jadwal tes.

Pertanyaan pun muncul, apakah alat rapid test yang digunakan itu akurat. Diketahui warga Desa Abuan dites dengan alat rapid test bermerek VivaDiag, buatan Tiongkok yang diimpor PT Kirana Jaya Lestari.

Dihubugi awak media, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya menyebut, pihaknya membeli 4.000 unit alat rapid test itu, belum lama ini. Namun kapan persisnya, Ia berdalih tak ingat.

"Kalau itu bagian pengadaan yang tahu," kata Suarjaya.

Dia mengklaim, alat itu baru digunakan di Banjar Serodakan. Namun karena ada perbedaan hasil yang sangat jauh dan melenceng, maka penggunaan VivaDiag sementara dihentikan. Peredarannya ditarik.

"Sementara ini rapid test tersebut kami tarik dan diganti dengan yang lain," ujarnya.

Lebih jauh Suarjaya menginformasikan bahwa VivaDiag saat ini tengah diperiksa Kementerian Kesehatan. Dia lalu menolak mengomentari soal akurat tidaknya VivaDiag dalam mendeteksi Covid-19.

Program Restrukturisasi Kredit Terdampak COVID-19 Berakhir, OJK Ungkap Alasan Tak Diperpanjang

“Kemenkes nantinya yang akan membahas ini dengan sampel dari rapid test yang kita beli itu, kenapa ada perbedaan. Nanti Kemenkes yang akan membahasnya apakah itu akurat atau tidak," kata Suarjaya.

Yang pasti Suarjaya mengatakan, pembelian VivaDiag dilakukan karena nama merek tersebut tercantum di laman resmi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nasional sebagai salah satu alat rapid test yang direkomendasikan.

Keuskupan Agung Jakarta Sebut Paus Fransiskus Akan Kunjungi Indonesia September 2024

Meski demikian, dalam pesan WhatsApp yang mengatasnamakan Wakil Koordinator Subbidang Pam & Gakkum Gugus tugas COVID-19 Pusat BJP Dr Darmawan, disebut bahwa BNPB tidak pernah mengeluarkan rekomendasi terhadap alat rapid test VivaDiag yang digunakan Pemprov Bali di Desa Abuan, Kabupaten Bangli untuk mengetes 1.210 warga setempat pada bulan April 2020 lalu.

"Apabila ada di daerah ditemukan alat rapid test COVID-19 merek VivaDiag yang dijual oleh PT Kirana Jaya Lestari untuk diamankan karena alat tersebut tidak valid dan tidak direkomendasikan oleh BNPB, serta laporkan kepada Kepolisian setempat untuk dilakukan penyitaan," demikian bunyi pesan tersebut.

Menkes: Implementasi Nyamuk Ber-Wolbachia untuk Tanggulangi Dengue Mulai Bergulir

Dikonfirmasi soal ini, Kepala BPBD Provinsi Bali, Made Rentin menyatakan, hal itu masih dalam penelusuran mereka.

"Masih ditelusuri oleh BNPB," kata dia kepada wartawan, Rabu, 6 Mei 2020. Rentin menegaskan, selama penelusuran maka rapid test dengan VivaDiag untuk sementara dihentikan.

Terlepas dari ketidakakuratan yang ditemukan di lapangan, VivaDiag justru menjadi salah satu alat test yang direkomendasikan oleh BNPB. Dalam daftar rekomendasi rapid diagnostic test (RDT) antibodi Corona COVID-19 per 21 April 2020, merek VivaDiag berada pada urutan ke-13. Alat tes tersebut diproduksi oleh VivaChek Biotech (Hangzhou) Co.Ltd dan diimpor oleh PT Kirana Jaya Lestari.

BNPB juga memberi rekomendasi pembebasan bea masuk dan pajak impor terhadap PT Kirana Jaya Lestari, yang tertuang di surat rekomendasi tertanggal 31 Maret 2020. Perusahaan tersebut mengimpor rapid test VivaDiag sebanyak 900 ribu unit.

Baca juga: Berpotensi Jadi Skandal Keuangan, PKS Tolak Perppu COVID-19 Jadi UU
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya