Pakar Ungkap Indonesia Belum Bisa Jalani Fase New Normal

Mural Lawan Virus Corona
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

VIVA – Istilah New Normal kembali ramai dibicarakan publik. Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Indonesia akan memasuki tatanan kehidupan baru atau new normal.

Definisi new normal sendiri merupakan skenario untuk mempercepat penanganan COVID-19 dalam aspek kesehatan dan sosial-ekonomi. Di tengah ramainya kabar kebijakan new normal, Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono saat tampil di acara Apa Kabar Indonesia Pagi, Rabu 27 Mei 2020 mengatakan, ada enam kriteria yang harus dipenuhi jika Indonesia ingin masuk ke dalam fase new normal menurut WHO. 

"Kriteria yang pertama dari perspektif keilmuan dan menurut WHO, kondisi COVID-19 nya harus terkendali. Artinya, COVID-19 nya atau kasus barunya harus nol," kata Tri.

Patokannya, lanjut Tri, jumlah kasus minimal yang ditentukan saat dipantau jumlahnya menetap atau stabil dalam waktu satu atau dua minggu. Dan pastinya, jumlah minimal itu dapat diisolasi kasusnya dan kontaknya.

Baca Juga: Anies: Mal di Jakarta Buka 5 Juni, Itu Imajinasi

Kriteria kedua, kata Tri, yakni fungsi isolasi dapat berjalan. Baik isolasi kasus di rumah dan maupun isolasi di rumah sakit dapat berjalan baik. Namun menurut Tri, untuk kasus COVID-19 di indonesia, untuk isolasi di rumah masih dalam pertanyaan. "Isolasi kontak ODP dan PDP juga belum diisolasi dengan baik." 

Ditambah lagi, jika ada wacana mal-mal akan kembali dibuka maka harus ada ada survei yang dilakukan. "Jika mal dibuka, jalan seminggu atau dua minggu di survei apakah ada kemungkinan ada infeksi." 

Kriteria ketiga yang selanjutnya harus diipenuhi adalah, jika sudah terkontrol semua, lakukan deteksi outbreak untuk tempat tempat yang rentan menjadi tempat penularan. Seperti sekolah, pasar, mal. 

Keuskupan Agung Jakarta Sebut Paus Fransiskus Akan Kunjungi Indonesia September 2024

Lalu kriteria keempat, lakukan upaya pencegahan di tempat kerja. Pencegahan di tempat ini, kata Tri harus dilakukan dengan baik. 

"Kelima, kasus impor. Kasus yang datang dari daerah lain itu dapat di trecing. Dan keenam, keterlibatan masyarakat. Semua harus dipenuhi, baru bisa terapkan new normal. New normal harus penuhi enam kriteria dari WHO ini," katanya.

Menkes: Implementasi Nyamuk Ber-Wolbachia untuk Tanggulangi Dengue Mulai Bergulir

Setelah menjabarkan semua enam kriteria new normal, Tri mengungkapkan, Indonesia belum bisa seluruhnya melakukan kebijakan ini. Sebab, kata Tri, kasus COVID-19 di Indonesia masih terus terjadi penambahan di sejumlah perovinsi.

Untuk di Indonesia menurut Tri, satu kriteria saja belum terpenuhi. Seperti contoh, kasus COVID nya tidak semua provinsi memenuhi kriteria. Belum ada daerah yang melaporkan kasus COVID nol dalam beberapa pekan. Jadi, seluruh Indonesia belum bisa seluruhnya dibuka. Kalau dibuka mungkin bertahap. 

Kapten Vincent Kena Flu Singapura Sampai Bernanah: Lebih Sengsara dari COVID!

"Kabupatennya dilihat kalau kasusnya sudah minimal dalam seminggu atau dua minggu, bila kasusnya nol, baru bisa dilakukan (new normal). Jangan sampai sudah dibuka dengan new normal, kalau kriterianya tdiak terpenuhi lalu membludak lagi kasusnya minta ampun. Bisa menimbulkan kepanikan atau kerusuhan," ujar Tri. 

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Ketua Bawaslu RI mengatakan bahwa Pilkada Serentak 2024 berbeda dan jauh lebih kompleks dibandingkan dengan penyelenggaraan pilkada serentak sebelumnya.

img_title
VIVA.co.id
22 April 2024