Tolak Hukuman Kebiri Kimia, Fadli Zon: Perlu Kajian Mendalam Dulu

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon tidak sependapat dengan penambahan hukuman kebiri kimia terhadap terpidana kasus kejahatan seksual atas anak-anak.
Sumber :

VIVA – Pengadilan Negeri Mojokerto menjatuhkan hukuman tambahan berupa kebiri kimia kepada M. Aris (20), terpidana kasus pencabulan terhadap sembilan anak. Hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan itu kemudian menjadi polemik.

Heboh Pesta Hajatan Kebiri 3 Kucing di Banyuwangi, Dimeriahkan Orkes Dangdut

Salah satu yang tidak sependapat dengan penambahan hukuman kebiri kimia ini adalah Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Menurut Fadli, daripada membuat seseorang dikebiri secara kimia, lebih baik pemerintah mempertegas penindakan hukumnya saja.

"Kita berharap ada penyelesaian. Mungkin satu penindakan hukum yang tegas itu penting ketimbang kebiri. Hukumnya saja dipertegas dan aturan yang jelas," kata Fadli di Gedung DPR RI, Rabu 28 Agustus 2019

Setelah Divonis 13 Tahun Penjara, Kris Wu Terancam Dikebiri

Fadli mengatakan, sebelum memutuskan menambah hukuman kebiri kimia, semestinya diperlukan suatu kajian mendalam. Kajian perlu dilakukan untuk melihat dampak yang timbul akibat penerapan hukuman tersebut. Apakah dapat dijelaskan secara ilmiah sehingga tidak menimbulkan pro dan kontra.

Selain itu, pemberian kebiri kimia itu juga dianggap bertentangan dengan tugas kedokteran. Dokter bekerja sesuai dengan kode etik dan bekerja di bawah sumpah. Karena itu, hukuman kebiri kimia dinilai tidak tepat dilakukan oleh seorang dokter.

Usai Divonis Penjara 13 Tahun, Kris Wu Berpotensi Dihukum Kebiri

"Saya dengar juga pendapat dokter bahwa mereka tidak mungkin memberikan orang itu jadi sakit, kan tugas mereka menyembuhkan," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, M. Aris (20) terpidana pencabulan terhadap sembilan anak, dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair enam bulan kurungan, plus hukuman tambahan kebiri kimia.

Aris dihukum karena telah melakukan pencabulan terhadap 9 anak, dan kasus Aris tersebut diungkap polisi pada Oktober 2018. Saat ini, Aris menolak hukuman kebiri kimia. Dia lebih memilih dihukum mati ketimbang harus menerima hukuman kebiri itu.

Sementara itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri kimia bagi pelaku pemerkosaan. Hal itu berlandaskan bahwa setiap dokter memiliki sumpah profesi. 

Pernyataan ini merespons kasus M Aris (20), terpidana kasus pemerkosaan yang dikenakan hukuman tambahan berupa kebiri kimia. Predator anak ini juga dijatuhkan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.  

Ketua Biro Hukum dan Pembelaan Anggota IDI, Nazar, mengaku sangat mendukung hukuman tambahan bagi predator anak, khususnya secara psikologis. Namun, hukuman kebiri menurutnya bukan merupakan perbuatan medis yang bisa dilakukan oleh seorang dokter. 

Dengan demikian, seluruh tenaga medis ditegaskannya tidak bisa dilibatkan dalam hal ini. Sebab, dokter secara etika profesi dituntut untuk memberikan pelayanan. 

"Sumpah dokter, ini persoalannya. Buat dokter itu tugas pelayanannya yaitu upaya mengurangi penderitaan, upaya merehabilitasi, kemudian upaya melayani dan mencegah itu wajib dalam sumpah dokter," kata Nazar terkait polemik hukuman kebiri kimia itu dalam acara Indonesia Lawyers Club tvOne bertema 'Pemerkosa Anak Divonis Kebiri: Setimpalkah?', Selasa malam, 27 Agustus 2019.  (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya