Revisi UU KPK, Jokowi: Saya Belum Tahu

Presiden Joko Widodo.
Sumber :
  • Biro Pers Setpres.

VIVA – Presiden Joko Widodo menyikapi keputusan paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, yang akan melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

Top Trending: Sosok ini Bikin Indonesia Berjaya Menurut Ramalan Jayabaya, 20% Istri Mau Ganti Suami

Revisi tersebut diputuskan menjadi inisiatif dari DPR. Dengan begitu, ke depannya akan dilakukan pembahasan revisi antara pemerintah dengan DPR. Hanya saja, Presiden melihat bahwa KPK sudah bekerja dengan baik. Dia masih belum mempelajari, revisi seperti apa yang diharapkan dewan.

"Saya belum tahu isinya, yang jelas KPK saat ini bekerja dengan baik. Saya belum tahu, jadi saya belum bisa sampaikan apa-apa," kata Jokowi, di sela-sela kunjungan kerjanya di Kalimantan Barat, Kamis 5 September 2019.

Isu Tambah Kementerian, di DPR Semua Fraksi Setuju Jumlah Kementerian Tidak Dibatasi

Sebelumnya, rapat paripurna DPR pada Kamis pagi tadi, menyetujui adanya revisi sejumlah undang-undang. Di antaranya adalah revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPRD dan DPD). Termasuk revisi UU KPK.

"Dengan demikian 10 fraksi telah menyampaikan pendapat fraksinya masing-masing. Pendapat fraksi terhadap RUU usul badan legislasi DPR RI tentang Perubahan Kedua UU Nomor 30/2002 tentang KPK dapat disetujui jadi usul DPR RI," ujar pimpinan sidang yang juga Wakil Ketua DPR Utut Adianto, di ruang paripurna DPR.

Jokowi dan Ma'ruf Amin Tak Diundang ke Rakernas V PDIP

Revisi UU KPK, sebenarnya sudah lama diwacanakan. Namun selalu mendapat gelombang penolakan dari kelompok masyarakat dan LSM atau pegiat anti-korupsi. Ada empat point yang ingin direvisi oleh DPR.

Pertama, terkait dengan Dewan Pengawas. Dalam revisi UU KPK, keberadaan Dewan Pengawas akan diperkuat. Yakni mereka bisa menolak izin KPK dalam melakukan penyadapan, penggeledahan hingga penyitaan. Selama ini, hal itu tidak diatur sehingga KPK bebas melakukan hal-hal tersebut.

Kedua, terkait dengan penyadapan. Dalam UU yang sekarang, disebutkan bahwa komisi anti-rasuah itu berhak menyadap atau merekam pembicaraan. Maka dalam revisi ini, dibatasi limitnya menjadi hanya dalam 3 bulan. Itu pun harus memperoleh izin Dewan Pengawas.

Ketiga, terkait kewenangan penghentian penyidikan atau SP3. Sejak berdiri hingga sekarang, KPK tidak diperkenankan menerbitkan SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara). Berbeda dengan penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan. Maka dalam revisi ini, SP3 diperkenankan diterbitkan apabila selama setahun tidak ada perkembangan kasus.

Keempat, terkait status pegawai KPK. Dalam revisi ini, maka penyidik KPK nantinya berasal dari unsur Kepolisian, Kejaksaan, dan penyidik yang berstatus PNS yang diberi wewenang khusus oleh peraturan perundang-undangan. [mus]

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya