Anggota Komisi V DPR Minta Presiden Keluarkan Tanggap Bencana Karhutla

Pengendara kendaraan bermotor menembus kabut asap pekat dampak dari kebekaran hutan dan lahan di Pekanbaru, Riau, Jumat (13/9/2019). Masyarakat di Provinsi Sumatera Utara kini juga terpapar kabut asap.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rony Muharrman

VIVA – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang melanda berbagai daerah di Indonesia masih berlanjut. Kini Kabut asap dampak dari Karhutla semakin pekat menyelimuti wilayah Kota Pekanbaru, Riau. Kondisi udara juga kian memburuk.

Penanganan Karhutla di Sumsel Efektif, Jumlah Hotspot Terus Berkurang

Puluhan ribu warga Pekanbaru Riau terjangkit sejumlah penyakit seperti sesak nafas sampai dengan demam. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Riau, ada setidaknya 47 ribu warga terpapar infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA akibat asap kebakaran hutan. Ini terjadi hanya dalam dua pekan saja.

Anggota Komisi V DPR RI Bambang Haryo Soekartono (BHS) mengatakan, titik Karhutla sudah meluas hampir ke seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Paling parah adalah Kalimantan dan Sumatera, ditambah saat ini Pekanbaru, Riau.

Viral Banyak Ular Gede Hangus Terbakar di Gunung Sindur Bogor

"Sudah puluhan ribu masyarakat kena ISPA akibat Karhutla di Riau, dan bahkan sudah ada yang meninggal. Namun amat disayangkan Pemerintah pusat seakan tidak hadir. Padahal sudah jelas, Pemerintah pusat yang di dalamnya mencakup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) lah yang bertanggungjawab atas semua ini," kata Bambang kepada VIVAnews, Minggu, 15 September 2019.

Bambang mengingatkan lagi kalau Presiden Jokowi sudah berjanji bahwa dalam kurun waktu 2018-2019, tidak akan ada lagi kebakaran hutan dan lahan. Tapi kebakaran justru meluas dan dampaknya lebih parah. "Sampai-sampai puluhan ribu orang kena ISPA dan bahkan sampai ada yang meninggal," katanya.

PLN IP Gerak Cepat Dukung Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan di 3 Provinsi Ini

Masalah Karhutla, lanjut Bambang, sudah berlarut-larut. Butuh kerja cepat pemerintah untuk melakukan penanganan. Jangan sampai pemerintah dianggap melakukan pembiaran, karena terlihat tidak serius menangani kebakaran hutan dan lahan.

"Seharusnya Presiden segera menyatakan sebagai tanggap darurat atau bencana nasional karena sudah demikian banyak korban. Dan saya harap Presiden tegas memberikan sanksi terhadap aparat-aparat negara yang bertanggungjawab atas Karhutla ini. KLHK bertanggungjawab atas pemeliharaan hutan," kata Bambang.

Politisi Gerindra ini juga mengatakan, bahwa kondisi Karhutla semakin parah, bahkan di Riau jarak pandang tidak lebih dari 100 meter. Selain penyakit, asap akibat kebakaran hutan dan lahan juga akan menggangu kegiatan sosial, pendidikan, bahkan perputaran ekonomi.

Meluasnya kebakaran hutan dan lahan terjadi karena penanganan yang tidak maksimal. Penjagaan hutan tidak seperti yang dilakukan oleh Malaysia.

"Kalau di Malaysia yang hutannya sekitar 25 juta hektare tidak pernah terbakar mulai tahun 1983. Mereka SDM-nya kompeten dan alat-alat pemadam dan perawatan hutan mulai helikopter heavy ada 5, medium 5, yang kecilnya 2 untuk rescue aktif dan alat-alat lain hovercraft jetsky," katanya.

Selain itu, dengan tanggap darurat yang responsif juga dilengkapi tim fire danger ratting system untuk mengetahui dengan early warning system. Mulai dari Smoke Potensial Indicator, Air Quality Analysis (kualitas udara) sampai pendeteksian kelembaban. Semua dipantau oleh pemerintah Malaysia.

"Malaysia dan Singapura sudah menawarkan bantuan kepada Indonesia. Mereka terkena dampak juga dari Karhutla Indonesia. Pariwisata mereka terancam akibat asap Karhutla, dan tentu merugikan ekonomi mereka juga." [mus] 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya