Ekstensifikasi Cukai Masih Jadi Solusi untuk Penerimaan Negara

Barang bukti minuman mengandung etil alkohol ilegal
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA – Ekstensifikasi cukai atau perluasan pengenaan tarif cukai kepada produk yang perlu pengendalian konsumsi dinilai masih signifikan dalam penerimaan negara. Pemerintah pun didorong punya mekanisme aturan yang tepat.

Produksi Tembakau Sintetis, Remaja di Tangerang Ditangkap Polisi

Pengamat perpajakan sekaligus Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengatakan setiap tahun, target penerimaan cukai mengalami peningkatan. Namun, target peningkatan ini membebankan pungutan cukai ke tiga sektor industri yang mengalami penurunan yaitu hasil tembakau, minuman berakohol, dan etil alkohol.

"Pemerintah perlu melakukan ekstensifikasi cukai. Ini penting karena target penerimaan cukai dibebankan kepada industri yang mengalami tren penurunan," kata Yustinus, Rabu, 4 Desember 2019.

Bea Cukai Yogyakarta Beri Izin Tambah Lokasi Usaha untuk Produsen Tembakau Iris Ini

Dia menilai pemerintah akan sulit jika penerimaan cukai hanya mengandalkan dari tiga industri tersebut. Alasannya karena tren industri cukai hasil tembakau tumbuh negatif. Meskipun punya peranan sumbangan besar sekitar 95 persen pendapatan cukai. “Industri ini (hasil tembakau) sedang mengalami sunset,” tuturnya.

Kemudian, Yustinus menyebut perlu kebijakan baru dalam penerimaan cukai. Kata dia, industri hasil tembakau bisa tidak akan sustainable jika terus menjadi andalan penerimaan cukai. Hal ini mesti menyesuaikan pula karena target penerimaan cukai dalam penerimaan perpajakan juga terus meningkat.

Kenaikan Tarif Cukai Disarankan Moderat Menyesuaikan Inflasi agar Tidak Suburkan Rokok Ilegal

“Apalagi BPJS Kesehatan yang selama ini jebol ditopang dengan pendanaan dari cukai rokok. Jika cukai rokok ini seret, dari mana pendanaannya?” jelasnya.

Lalu, ia punya pandangan agar sebaiknya pemerintah juga bisa melakukan ekstensifikasi untuk memperbaiki penerimaan cukai terhadap Produk Domestik Bruto. Alasannya, rasio penerimaan cukai dibandingkan dengan Gross Domestic Product (GDP) di Indonesia masih kecil. Angka ini jauh bila dibandingkan dengan negara lain seperti misalnya negara Amerika Latin. Bahkan, Indonesia kalah dari negara Asean seperti Thailand.

“Indonesia masuk negara dengan jumlah barang kena cukai paling kecil, cuma tiga. Di negara lain itu banyak seperi Amerika Latin yang bisa di atas 10. Ini termasuk negara tetangga kita seperti Thailand dan Singapura,” tuturnya.

Yustinus pun punya usul terhadap barang yang berpotensi bisa dikenai ekstensifikasi cukai. Produk barang itu seperti plastik, minuman ringan dan baterai. Ia menyarankan agar pemerintah bisa melakukan benchmarking kebijakan ekstensifikasi yang meniru negara lain.

"Di antaranya penentuan objek cukainya, administrasinya, ataupun impact dari kebijakan. Negara kebijakan ekstensifikasi cukai yang dapat dicontoh adalah Thailand dan Meksiko. Kendaraan bermotor di Thailand dikenakan cukai atas emisi karbon yang dihasilkan," ujarnya.
    

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya