Penjelasan MUI soal Boleh Tidaknya Mengucapkan Selamat Natal

Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa'adi.
Sumber :
  • VIVA/Syaefullah

VIVA – Majelis Ulama Indonesia angkat bicara mengenai adanya polemik terkait dengan boleh tidaknya umat Islam memberikan ucapan selamat Natal kepada saudara-saudara yang beragama Kristiani.

Wapres Ma’ruf Amin Bukan Sekadar ‘Ban Serep’ Presiden Jokowi

Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan bahwa ada perbedaan pandangan para ulama dalam menilai masalah ini. Sebagian ulama ada yang melarang dan sebagiannya lagi membolehkan. 

"MUI pusat sendiri belum pernah mengeluarkan ketetapan fatwa tentang hukumnya memberikan tahniah atau ucapan Selamat Natal kepada umat Kristiani yang merayakannya, sehingga MUI mengembalikan masalah ini kepada umat Islam untuk mengikuti pendapat ulama yang sudah ada sesuai dengan keyakinannya," kata Zainut Tauhid Sa'adi kepada VIVAnews di Jakarta, Senin, 23 Desember 2019. 

MUI menghormati pendapat ulama yang menyatakan bahwa mengucapkan selamat Natal itu hukumnya haram atau dilarang oleh agama. Hal itu didasarkan pada argumentasi bahwa mengucapkan selamat Natal itu bagian dari keyakinan agamanya. 

Begitu juga sebaliknya, lanjut dia, MUI menghormati pendapat ulama yang menyatakan bahwa mengucapkan selamat Natal itu hukumnya mubah atau boleh dan tidak dilarang oleh agama, karena didasarkan pada argumentasi bahwa hal itu bukan bagian dari keyakinan agama. Tetapi sebatas memberikan penghormatan atas dasar hubungan kekerabatan, bertetangga, dan relasi antarumat manusia.

Untuk itu, ia mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk arif dan bijaksana dalam menyikapi perbedaan pendapat tersebut, dan tidak menjadikan polemik yang justru dapat mengganggu kerukunan dan harmoni hubungan interen maupun antarumat beragama.

MUI berpesan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk terus menjaga dan memelihara kerukunan dan persaudaraan (ukhuwah) di antara sesama anak bangsa. Baik persaudaraan keislaman (ukhuwah Islamiyah), persaudaraan atas dasar kemanusiaan (ukhuwah basyariyah) maupun persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyyah).

"Demi terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis, rukun, dan damai," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya