Peringati May Day, Aliansi Buruh Tegaskan Tolak Omnibus Law

Ilustrasi buruh demo tolak RUU Omnibus Law
Sumber :
  • ANTARA FOTO

VIVA – Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) mengajak seluruh rakyat Indonesia agar menolak penuh terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja, serta menggalang solidaritas antarrakyat dalam menghadapi krisis Covid-19.

Lindungi Pekerja dan Keluarganya, Menaker Tekankan Pentingnya Kesehatan Reproduksi di Tempat Kerja

Dua hal ini menjadi isu besar dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day. Sebab, kelas pekerja menjadi korban Covid-19 dan rencana pengesahan omnibus law yang akan menerapkan perbudakan modern di Indonesia demi akumulasi keuntungan investor.

“Kami menilai penundaan klaster ketenagakerjaan merupakan upaya pemerintah dan DPR memecah belah perjuangan rakyat yang selama ini menolak omnibus law,” kata Juru Bicara Gebrak sekaligus Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Jumat, 1 Mei 2020.

Khawatir Timbul Badai PHK, Ribuan Buruh Rokok Tolak Kenaikan Cukai SKT 2025

Gebrak pun mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membatalkan pembahasan omnibus law di semua klaster. Kata dia, sebelas kluster di dalamnya merupakan senjata yang mematikan bagi buruh, petani, masyarakat adat, nelayan, pelaut, pers, bahkan tenaga pendidik, dan mahasiswa, apalagi mereka yang rentan karena identitas gender, agama dan ras.

"Semua gerakan rakyat telah menolak sejak awal. Ini adalah masalah bagi 99 persen warga negara Indonesia bukan hanya kelas pekerja,” katanya.

Aktivis Buruh Jabar Sukses Bangun Usaha Mandiri dengan Berkebun Anggur

Hal itu sejalan dengan analisis Sekolah Mahasiswa Progresif (Sempro) yang menilai pemangkasan terhadap hak dasar buruh akan mempersempit akses pendidikan terhadap anak buruh. Selain itu, para mahasiswa dan pelajar yang merupakan calon pekerja juga akan kehilangan kepastian kerja (job security) dan kepastian penghidupan.

Sementara Aprilia dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengemukakan, omnibus law membuka keran penggusuran paksa di wilayah perkotaan. Perampasan ruang hidup di perkotaan akan semakin massif demi kepentingan investasi sehingga konflik sosial di masyarakat semakin terbuka lebar. "Jurang si kaya dan si miskin akan semakin terbuka lebar dengan adanya aturan ini," kata Aprilia.

Di sektor pertanian, menurut Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika mengatakan, omnibus law akan mempercepat alih fungsi tanah pertanian di Indonesia dengan mengubah UU Nomor 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan demi investasi di proyek-proyek di luar pertanian seperti pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), real estate, tol, bandara, sarana pertambangan dan energi .

"Dengan begitu, Omnibus Law-RUU Cipta Kerja Cipta Kerja ini akan memperparah konflik agraria dan ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia," kata Dewi Kartika.

Juru Bicara Gebrak yang juga Ketua Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos mengatakan, berdasarkan analisis multisektoral itu, Gebrak mendesak pemerintah menghentikan pembahasan omnibus law dan berfokus pada penanganan darurat kesehatan Covid-19. "Atasi virus, cabut omnibus,” kata Nining.

Terlebih, lanjut Nining, pemerintah dianggap gagal mengatasi dampak sosial-ekonomi akibat krisis Covid-19. Sebab, banyak buruh di-PHK atau dirumahkan lalu kehilangan tempat tinggal atau dikejar oleh debt collector karena tidak mampu membayar kontrakan atau cicilan. Tidak ada yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah hal ini terjadi, selain pemberian Kartu Pra Kerja yang itu pun dicurigai sarat kepentingan. "Selain itu, keringangan penangguhan angsuran kredit juga ternyata sulit diakses di lapangan.” katanya.


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya