Amnesty International Indonesia: Persidangan Kasus Novel Sandiwara

Penyidik KPK Novel Baswedan (tengah) selaku korban menjadi saksi dalam sidang
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA – Lembaga Amnesty International Indonesia menyatakan, vonis terhadap dua terdakwa penyerang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan gagal meyakinkan masyarakat bahwa negara benar-benar menegakkan keadilan untuk korban. Jalannya pengadilan itu dinilai seperti sengaja direkayasa.

"Dari awal, kami melihat banyak kejanggalan selama proses penyelidikan hingga persidangan. Semua seperti sengaja direkayasa. Seperti sandiwara dengan mutu yang rendah," kata Direktur Eksekutif Amnesty, Usman Hamid, Jumat, 17 Juli 2020.

Usman memaparkan, kejanggalan terlihat dari proses hukum di kepolisian yang lamban, tertutup, dan terkesan main-main. Komnas HAM juga, menurut dia,  sempat menemukan terjadinya abuse of process yang mengarah pada upaya menutupi kasus ini.

Ironisnya, lanjut Usman, penyidikan baru gabungan yang diklaim merujuk saran Komnas HAM juga sama buruknya. Unsur-unsur non-polisi juga disebut kehilangan objektivitas karena kedekatan mereka dengan pimpinan polisi.

"Ketimbang mendengar suara korban, Novel yang sudah mengatakan ada indikasi serangan itu didalangi perwira tinggi polisi, mereka sinis pada korban dan menghasilkan mutu laporan di bawah standar pencarian fakta," ujarnya.

Amnesty International Indonesia menganggap persidangan sandiwara ini tidak memberi keadilan kepada Novel Baswedan dan rakyat Indonesia yang dirugikan karena korupsi.  "Pihak berwenang harus memulai kembali dari awal, dengan proses penyelidikan yang independen, efektif, terbuka dan imparsial," kata Usman.


Baca juga: Viral Video ASN di Bulukumba Ditebas di Perempatan Jalan oleh Sopirnya


 

Direktur Industri Pengolahan Makanan Diduga Lakukan Penggelapan Uang Senilai Rp.8,5 Miliar
Ali Fikri KPK

Eks Anak Buah SYL Sebut BPK Minta Uang Rp12 Miliar untuk WTP, KPK Ultimatum Begini

KPK memberikan ultimatum atas keterangan seorang pejabat Kementerian Pertanian bahwa ada oknum di BPK meminta Rp 12 miliar agar bisa menerbitkan predikat WTP.

img_title
VIVA.co.id
8 Mei 2024