DPR: Peran Lima Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Tak Jelas

Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan
Sumber :
  • satu jam lebih dekat-tvOne

VIVA – Rencana vaksinasi untuk memutus rantai penularan COVID-19 bagi masyarakat Indonesia di depan mata. Tahun depan akan dimulai secara bertahap dengan kategori prioritas penerima vaksin.

Penyakit Menular Arbovirosis Jadi Ancaman Baru, Menkes Budi: Lakukan 5 Hal Ini untuk Menanganinya

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem Muhammad Farhan menilai, publik masih berada dalam situasi ketidakpastian terutama kalangan kurang mampu dan yang berada di pelosok Indonesia untuk mendapatkan vaksin. Bahkan, katanya, upaya baru tim Gugus Tugas Penanganan COVID-19 dengan membentuk juru bicara untuk vaksinasi COVID-19 tidak menunjukkan dampak efektif di masyarakat.

"Saya tidak mengerti, mengapa lima jubir pemerintah yang ditunjuk untuk menjelaskan tentang vaksin ini seperti enggak terdengar di mana pun," ujar Farhan kepada VIVA, Senin, 14 Desember 2020.

WHO: Imunisasi Global Menyelamatkan 154 Juta Jiwa Selama 50 Tahun Terakhir

Baca: Vaksin COVID-19 Sudah Ada, Masih Perlukah Pakai Masker?

Lima juru bicara itu, katanya, belum memberikan keyakinan kepada masyarakat soal vaksin dengan transparan soal teknis penerimaannya. "Narasi komunikasi publik yang dibangun oleh pemerintah tidak jelas. Vaksin ini harus dipersepsikan sebagai apa? Solusi semua permasalahan akibat pandemi? Atau salah satu dari sekian banyak solusi.”

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Akibatnya, publik dihadapkan pada situasi bimbang akan vaksin karena kerap bertolak belakang dengan agenda vaksinasi. Masyarakat, menurutnya, akhirnya berspekulasi macam-macam soal vaksin COVID-19, Mulai dari risiko dan manfaatnya, sampai ke pertanyaan siapa yang dapat gratis, siapa yang wajib, siapa yang harus bayar.

Farhan mengungkapkan, ada petisi masyarakat untuk DPR yang meminta vaksin agar digratiskan sebagai respons dari pernyataan Menteri Kesehatan bahwa 25 juta dosis gratis, 75 juta masyarakat dapat dibeli yang ditetapkan secara sepihak. "Bahkan Menkes juga tidak clear, siapa yang wajib dan siapa yang bisa beli. Jadi, bisa disimpulkan sampai sekarang masalah vaksin ini masih sangat belum jelas untuk masyarakat," katanya.

Farhan menilai, optimisme Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bio Farma merancang infrastruktur untuk kemapanan distribusi harus didukung. "Kalau sudah menyiapkan sistem distribusinya, ada rasa optimis. Tetapi tidak menjawab distribusi dari puskesmas ke masyarakat. Apakah akan dilakukan program seperti Pekan Imunisasi Nasional secara serempak? Ataukah akan diberikan secara selektif sesuai prioritas.”

Yang diharapkan, menurut Farhan, vaksinasi harus terlaksana dengan adil merata kepada masyarakat dari ujung Sabang sampai Merauke. Maka pemerintah diharapkan bisa memberikan transparansi program vaksinasi nasional ini.

"Saat ini kita perhatikan ada komunikasi 'TAK KENAL MAKA TAK KEBAL'. Layak diapresiasi sebagai usaha untuk membuat kita mengerti apa itu vaksin COVID-19. Sayangnya tidak terlihat usaha lain. Saya khawatir terjadi tumpang tindih dan tarik menarik kewenangan soal komunikasi publik. Sehingga lima jubir vaksin COVID-19 suaranya nyaris tak terdengar. Tampaknya ada kegagalan koordinasi di antara lembaga negara dengan BUMN yang menangani COVID-19. Tercermin dari optimisme yang tiba-tiba membludak karena kedatangan 1,2 juta dosis vaksin Sinovac. Padahal BPOM tegas tidak akan keluarkan izin pemakaian darurat dalam waktu dekat," ujarnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya