BMKG Ingatkan Perubahan Iklim Sebabkan Krisis Air Bersih

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

VIVA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan dampak serius perubahan iklim terhadap ketersediaan air bersih di Indonesia. Perubahan pola curah hujan, kenaikan suhu, kenaikan muka air, dan kejadian iklim ekstrem akan menyebabkan krisis air bersih jika perubahan iklim tidak ditangani secara serius.

Pemicu Guncangan Gempa Garut Terasa ke Wilayah Pesisir Jabar Termasuk Sukabumi

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati

Photo :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

Kerugian Ekonomi

Gempa Garut Terasa hingga Bandung, BMKG: Jenis Menengah dan Tak Berpotensi Tsunami

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan bahwa hasil kajian dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan dampak perubahan iklim juga berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp544 triliun selama 2020-2024, jika intervensi kebijakan tidak dilakukan.

“Secara ekonomi, kerugian sektor air yang dapat dikurangi dengan upaya adaptasi maksimal sebesar  17,77 T selama periode 2020-2024,” kata Dwikorita melalui keterangan persnya, Selasa, 22 Februari 2022.

Kesaksian Warga, Gempa Garut Dirasakan Besar dan Terdengar Rumah Gemeretak dan Kaca Bergetar

Dwikorita menuturkan krisis air bersih tersebut terjadi akibat tingginya kebutuhan air baku. Terutama di kawasan perkotaan dan padat penduduk.

Sedangkan, perubahan iklim mengakibatkan kekeringan dan pencemaran air yang mempengaruhi ketersediaan air bersih yang dibutukan masyarakat untuk air minum dan sanitasi.

Baca juga: Puluhan Pipa PDAM Ende Hanyut Banjir, Ribuan Warga Krisis Air Bersih

Kelangkaan Air Diperkirakan Meningkat Hingga 2030

Dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 yang dikeluarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, kelangkaan air di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara diperkirakan meningkat hingga 2030. Proporsi luas wilayah krisis air meningkat dari 6,0% di tahun 2000 menjadi 9,6% di tahun 2045.

“Air tidak hanya dibutuhkan untuk rumah tangga, namun juga industri dan pertanian. Karena permintaannya lebih besar dari ketersediaan maka krisis air pun terjadi. Penurunan tidak hanya dari sisi kuantitas, namun juga kualitas air yang selanjutnya berpengaruh terhadap kesehatan,” katanya.

Krisis air bersih dan darurat kekeringan di Gorontalo. (Foto ilustrasi).

Photo :
  • Kadek Sugiarta/tvOne Gorontalo

Tren Kenaikan Suhu Udara

Dwikorita mengatakan tren kenaikan suhu udara di Indonesia terjadi di sebagian besar wilayah. Dengan menggunakan data observasi BMKG (1981-2020) menunjukkan tren positif dengan besaran yang bervariasi dengan nilai sekitar 0.03 °C setiap tahunnya sehingga dalam 30 tahun estimasi kenaikan suhu udara akan bertambah sebesar 0.9 °C.

Untuk wilayah Indonesia secara keseluruhan, lanjut dia, tahun 2016 merupakan tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.8 °C sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020. Tahun 2021 menempati urutan ke-8 tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.4 °C, sementara tahun 2020 dan 2019 berada di peringkat kedua dan ketiga dengan nilai anomali sebesar 0.7 °C dan 0.6 °C.

“Perlu juga diwaspadai terkait ancaman bencana hidrometeorologi,” katanya.

Dia menambahkan selain intensitas hujan yang semakin meningkat akibat perubahan iklim, juga kejadian curah hujan ekstrem diprediksi makin sering dengan durasi yang semakin lama, yang memicu terjadinya bencana hidrometeorologi. Ia menyampaikan bencana hidrometeorologi ini mencapai 98% dari kejadian bencana yang terjadi di Indonesia.

“Realitas tersebut perlu diantisipasi dengan aksi nyata bersama seluruh elemen masyarakat, tidak hanya pemerintah,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya