Alasan Kemenkes Langsung Larang Peredaran Obat Sirup Anak

Menkes Budi Gunadi Sadikin.
Sumber :
  • YoUtube Kemenkes

VIVA Nasional – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin membeberkan alasan penarikan obat sirup anak dari peredaran. Keputusan tersebut diambil melihat kasus gagal ginjal akut pada anak terus mengalami kenaikan.

IDI Rayakan Puncak Hari Bakti Dokter Indonesia 2024 di Yogyakarta

"Ini kan fatality-nya tinggi. Jadi kami mengambil kebijakan yang konservatif daripada banyak anak yang masuk rumah sakit," ujar Budi saat konferensi pers di Kemenkes, Jakarta pada Jumat, 21 Oktober 2022.

Meski Kemenkes tidak berwenang untuk menarik obat-obatan tersebut namun pihaknya tetap bisa menginstruksikan pelarangan penjualan obat.

Perluas Pasar Global, Produk Dexa Medica Beredar di Asia hingga Afrika

"Walau kita belum 100 persen tahu mana yang berbahaya yang tidak, tapi kami 75 persen sudah mengira kita larang untuk diresepkan dan dilarang untuk dijual di apotek," katanya.

Budi Gunadi Sadikin menuturkan bahwa kasus gangguan ginjal akut kian bertambah hingga lebih dari 200 pasien. Bahkan terkonfirmasi kasus kematian balita dari data tersebut akibat gagal ginjal akut sudah mencapai 133 jiwa di 22 provinsi di Indonesia.

Menkes Budi Sebut Tidak Ada Rencana Ubah Iuran BPJS Kesehatan pada 2024

"Telah dilaporkan adanya 241 gangguan ginjal akut di 22 provinsi dengan 133 kematian atau 55 persen dari kasus. Jadi seperti kita lihat, ini terjadi peningkatan mulai bulan Agustus," ujar Menkes Budi.

Menurut Menkes Budi, kejadian kematian akibat gangguan ginjal akut memang bisa terjadi namun angkanya kecil. Sementara pada kasus ini, terjadi lonjakan kasus kematian gangguan ginjal akut hingga 30 pasien dalam sebulan.

"Sebulan 1-2 (kasus kematian) enggak pernah tinggi. Lonjakan di Agustus naik 36 kasus. Begitu ada kenaikan kita mulai lakukan penelitian, ini penyebabnya apa. Di September, Kemenkes lakukan penelitian penyebabnya apa," kata dia lagi.

Lebih dalam Menkes Budi menjabarkan bahwa kasus gangguan ginjal akut tersebut menyerang anak terutama dengan usia di bawah 5 tahun. Gejalanya pun terbilang tidak khas dimulai dengan demam lalu kehilangan nafsu makan. Setelahnya, baru merujuk ke gangguan ginjal seperti buang air kecil sedikit (oliguria) atau bahkan tidak sama sekali (anuria).

"Kita lihat yang masuk RS cepat sekali kondisinya memburuk sesudah lima hari urine menurun secara drastis," kata dia.

Menkes juga membantah keterkaitan COVID-19 dan vaksin COVID-19 pada balita dengan gangguan ginjal akut. Sebab, sudah dilakukan tes dan terbukti hasil imunitas dari vaksin COVID-19 sangat rendah dan tak ditemukan SARS-CoV-2 pada pasien.

"Bukan gara-gara vaksin COVID-19 dan COVID-19," lanjutnya.


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya