Denny JA Pamerkan Lukisan Artificial Intelligence Karyanya di Taman Ismail Marzuki

Pameran lukisan artificial intelligence Denny JA di Taman Ismail Marzuki
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta – Sebanyak 10 lukisan karya Denny JA yang dibuat dengan bantuan Artificial Intelligence dipamerkan satu hari di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu, 17 Juni 2023.

Festival Pameran K-Pop Terbesar Siap Digelar 45 Hari! Musik, Film, Merchandise Ada di Sini

Lukisan-lukisan itu dipamerkan Denny JA bersama dengan pertunjukan Mahakarya Randai Dua yang berjudul The Story of Malin Kundang.

Topik Malin Kundang itu diolah Denny JA menjadi lukisan dengan menggunakan teknologi Artificial Intelligence. Bedanya, Artificial Intelligence itulah yang ditafsir oleh Denny JA yang mungkin menjadi Malin Kundang jenis baru di zaman ini.

Pameran Festival PPKL, MIND ID Paparkan Upaya Jaga Lingkungan

Menurut Denny JA, seperti Malin Kundang, Artificial Intelligence itu dirawat oleh manusia selaku ibu kandungnya. Setelah dewasa dan matang, Artificial Intelligence itu dapat menjadi seperti Malin Kundang yang durhaka dan melukai manusia selaku ibunya.

“Apa yang terjadi jika di satu masa Artificial Intelligence (AI) sudah melewati kecerdasan kolektif manusia? Saat itu, AI bukan saja sudah mandiri, mereka tak hanya mampu menyempurnakan sistemnya sendiri terlepas dari intervensi manusia,” kata Denny JA dalam keterangannya di Jakarta.

Denny JA: Saatnya Jalankan Politik Move On Usai Putusan MK

Denny JA mengatakan, saat AI sudah melewati kecerdasan kolektif manusia, maka AI dapat memperbanyak unitnya terlepas dari campur tangan manusia. Lalu, mereka berkonspirasi memberikan informasi yang sengaja disalahkan untuk memusnahkan atau melemahkan manusia.

“Katakanlah, AI bersiasat memberikan pedoman soal lingkungan hidup yang canggih, tapi sengaja dimanipulasi justru untuk menghancurkan manusia. Ini imajinasi bukan dari film science fiction. Ini pandangan yang kini berkembang di kalangan para ahli AI dan CEO banyak perusahaan AI,” ujar Denny JA.

Mengutip artikel dari Media Scientific American, 25 Mei 2023, sebuah survei hanya di kalangan ahli Artificial Intelligence pada 2023 menemukan sekitar 36 persen para ahli takut pada waktunya AI dapat mengakibatkan malapetaka setingkat nuklir. 

Dalam survei itu, hampir 28.000 orang telah menandatangani surat terbuka yang ditulis oleh Future of Life Institute. Dalam surat itu, terdapat nama besar seperti Elon Musk, Steve Wozniak, dan CEO dari beberapa perusahaan AI. Banyak pula teknolog terkemuka lainnya yang ikut menanda-tangani surat terbuka itu.

Denny menuturkan, pesan dalam surat terbuka itu sangat tegas. Mereka meminta jeda enam bulan atau moratorium agar jangan dulu mengembangkan teknologi lanjutan baru. Namun, harus terlebih dulu dibuatkan kriteria dan filter security untuk menyeleksi program AI agar pengembangannya tidak membahayakan manusia.

Menurut Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena ini mengatakan, pengembangan AI sudah berjalan terlalu cepat. Akselerasi cepat ini segera melahirkan kecerdasan umum buatan atau artificial general intelligence (AGI). 

“Pada titik itulah, AI tumbuh melompat, meningkatkan kemampuan dirinya sendiri, tanpa perlu campur tangan manusia lagi,” ujarnya.

Denny menyebutkan, contoh paling nyata dari kecanggihan AI adalah sebuah aplikasi bernama AlphaZero. Aplikasi ini dapat bermain catur lebih baik daripada manusia terbaik atau pemain catur AI lainnya. AlphaZero hanya perlu waktu sembilan jam sejak pertama kali dihidupkan untuk sampai pada kemampuan itu. Hanya 9 jam!

“Apa yang terjadi jika AI superhuman ini tak hanya hebat soal permainan catur, tapi AI itu juga hebat untuk mengatur ruang publik manusia dengan semua kemungkinan buruknya? Dapat dikiaskan, Artificial Intelligence ini dapat tumbuh menjadi Malin Kundang jenis baru,” ungkap Denny JA. 

Pendiri Lingkar Survei Indonesia (LSI) ini menjelaskan, dalam tradisi Sumatera Barat, kisah Malin Kundang sangat terkenal. Sejak kecil, Malin Kundang dirawat dan disayang oleh ibu yang melahirkannya.

Lalu, Malin Kundang berlayar ke negeri seberang dan tumbuh dewasa serta perkasa. Ketika kembali ke kampung halaman, Malin Kundang durhaka dan melukai ibunya.

“Akankah Artificial Intelligence mengalami kisah serupa? Setelah ia sampai ke tahap kecerdasan yang melampaui manusia, ia durhaka dan melukai manusia yang dulu melahirkan dan merawatnya,” ujarnya.

Meski akan terus menjadi perdebatan sengit dengan pro dan kontranya, namun topik itu menjadi satu isu lukisan yang menggunakan Artificial Intelligence dengan mengambil latar suasana Minang. Yakni seorang ibu memakai jilbab sebagaimana layaknya umumnya ibu di Sumatera Barat yang begitu merawat dan mencintai anak kecilnya.

Dalam lukisan itu, anak kecil itu yang melukiskan Malin Kundang berbentuk robot Artificial Intelligence. Ia begitu lucu dan menyenangkan ketika masih kecil dan belum berdaya. Namun, lukisan itu tak menyatakan ketika tumbuh dewasa, AI akan otomatis durhaka seperti Malin Kundang.

“Hanya saja judul lukisan itu memberikan aksen: The New Malin Kundang? Sengaja diberi tanda tanya di ujung judul. Itu lebih untuk memprovokasi diskusi bukan kesimpulan,” kata Denny JA.

Denny JA menambahkan, pada tahap ini, dia belum merasakan sisi mengancam dari Artificial Intelligence dan terus saja asyik melukis aneka topik. Artificial Intelligence sungguh membantunya menjadi pelukis, cukup dengan memiliki gagasan dan selera lukisan elementer.

Dia mengungkapkan, dalam waktu sebulan dapat membuat 100 lukisan yang mustahil dikerjakan tanpa bantuan Artificial Intelligence. Bahkan, dalam pertemuan berbagai komunitas dan aneka konferensi pers, lukisan Artificial Intelligence itu ikut memberi warna aneka event itu.

Artificial intelligence mungkin menjadi hal terbaik atau terburuk yang pernah datang dalam sejarah manusia,” kata Denny JA mengutip Stephen Hawking.

Denny pun mengaku setuju sebagian saja dari kutipan Stephen Hawking bahwa AI merupakan salah satu buah paling manis dalam sejarah penciptaan manusia. Sebab, persepsi negatif dan ketakutan para ahli mungkin disebabkan oleh bias yang menilai terlalu berlebihan soal kemampuan Artificial Intelligence

“Itu karena mereka menilai terlalu rendah soal kemampuan manusia. Manusia sampai kapanpun tetap menjadi tuan bagi ciptaannya sendiri,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya