Tim Percepatan Reformasi Hukum Serahkan 150 Rekomendasi ke Jokowi, Apa Saja?

Gedung Kemenkopolhukam
Sumber :
  • Setkab.go.id

Jakarta - Tim percepatan reformasi hukum yang dibentuk oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, telah menyerahkan 150 rekomendasi ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Adapun isi rekomendasi itu berupa usulan grasi massal napi narkoba hingga revisi undang-undang.

Irak Sahkan UU Anti LGBT, Melanggar Bisa Dipenjara 15 Tahun

"Setelah bekerja kurang lebih 3 bulan, Tim Percepatan, yang beranggotakan 34 tokoh, akademisi dan perwakilan masyarakat sipil, merampungkan dokumen Rekomendasi Agenda Prioritas Percepatan Reformasi Hukum. Dokumen yang berisikan rekomendasi agenda prioritas jangka pendek (hingga September 2024) dan jangka menengah (2024-2029) disusun, termasuk dengan memperhatikan masukan dari pertemuan konsulatif dengan 18 pimpinan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait dan 32 organisasi masyarakat sipil. Total ada lebih dari 150 rekomendasi jangka pendek dan menengah yang diusulkan Tim Percepatan," tulis keterangan yang diterima VIVA, Kamis, 14 September 2023. 

Adapun laporan rekomendasi agenda Percepatan Reformasi Hukum ini disampaikan ke Jokowi, bersama penjelasan dari masing-masing Kelompok Kerja (Pokja). 

Komisaris HAM PBB Kecam Perihal Hukum yang Mewajibkan Hijab di Iran

Di antaranya yaitu, Pokja bidang reformasi peradilan dan penegakan hukum, pokja sektor reformasi hukum agraria dan SDA, pokja pencegahan dan pemberantasan korupsi, dan pokja sektor reformasi peraturan perundang-undangan.

Dalam sektor bidang reformasi peradilan dan penegakan hukum, Tim Percepatan menekankan pada perbaikan proses pengangkatan pejabat publik strategis (utamanya eselon I dan II) di institusi penegakan hukum dan peradilan, termasuk melalui lelang jabatan, verifikasi LHKPN dan LHA PPATK.

Mahfud MD Blak-blakan Soal Langkah Politik Berikutnya Usai Pilpres 2024

Tim mengusulkan dilakukan asesmen untuk menilai kembali kelayakan mereka yang kini menjabat dalam berbagai jabatan strategis. Guna mendukung profesionalitas aparat, direkomendasikan agar dilakukan pembatasan penempatan anggota Polri di K/L/D dan BUMN.

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk mengembalikan independensi dan profesionalitas KPK yang melemah akibat revisi UU KPK dan terpilihnya komisioner yang sebagian ‘bermasalah’, serta menolak pelemahan kembali MK melalui gagasan revisi UU MK saat ini. Beberapa UU yang bermasalah, seperti UU Narkotika, UU ITE dan KUHAP, didorong untuk segera direvisi, untuk meminimalisir penyalahgunaannya oleh aparat. 

Dalam rangka mendorong kepastian hukum dan keadilan, Tim Percepatan mengusulkan pula agar pemerintah, bersama MA, untuk mempercepatan eksekusi putusan pengadilan (baik perdata dan Tata Usaha Negara), putusan Komisi Informasi dan Rekomendasi Ombudsman. 

Diusulkan agar Polri menghentikan penyidikan yang sudah lebih dari 2 tahun namun tidak kunjung dilimpahkan (kecuali jika terkait pidana berat atau pelakunya belum ditemukan/buron), serta agar Presiden mengeluarkan grasi massal bagi narapidana penyalahguna narkotika dan pelaku tindak pidana ringan, termasuk untuk mengurangi overcrowding. 

Berikutnya ada sektor reformasi hukum agraria dan SDA, Tim Percepatan menitik-beratkan pada percepatan pembuatan prosedur “Satu Peta”, pengakuan dan/pemulihan hak-hak masyarakat hukum adat, pengesahan RUU Masyarakat adat serta perlindungan bagi pembela HAM-lingkungan. 

Termasuk di dalamnya, kasus-kasus konflik lahan, masalah perizinan (termasuk di pulau kecil dan terluar), serta oprimalisasi penerimaan negara dari sektor SDA. 

Tim Percepatan di isu pencegahan dan pemberantasan korupsi juga merekomendasikan pemantauan aturan terkait publikasi Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dan penggunaan Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) serta mendorong agar diterbitkannya aturan terkait optimalisasi penggunaan instrumen keuangan non-tunai (cashless), termasuk untuk mencegah praktik ‘beli suara’. 

Selanjutnua sektor reformasi peraturan perundang-undangan, Tim Percepatan menghendaki adanya perubahan mendasar dalam kelembagaan pembuat peraturan, dimulai dengan menyusun peta jalan untuk pembentukan otoritas tunggal yang mengelola peraturan perundang-undangan, termasuk guna meningkatkan kualitas peraturan yang dibuat dan meminimalisir tumpang tindih kewenangan.

Presiden, sebagai pimpinan tertinggi di lembaga pemerintah, diharapkan dapat mengerahkan seluruh jajaran yang ada di bawahnya untuk dapat mengimplementasikan rekomendasi percepatan reformasi hukum ini. 

"Dan, sesuai mandat dalam SK pembentukannya, Tim Percepatan akan membantu Menko Polhukam untuk mengawal dan mengevaluasi pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi di atas untuk mewujudnya langkah-langkah awal reformasi hukum menyeluruh di Indonesia," tulisnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya