Cerita Dokter Djaja Sebut Ayah Mirna Awalnya Tak Mau Autopsi Mayat Anaknya

Dokter Djaja
Sumber :
  • YouTube dr. Richard Lee, MARS

Jakarta – Kubu keluarga Wayan Mirna Salihin dan juga pengacara Jessica Wongso kini saling umbar memberikan fakta-fakta soal kasus kopi sianida.

Dari Dokter Hingga Pengusaha, Perjalanan Inspiratif Daniel Tanri Rannu

Selain dari pihak pengacara, dokter yang kala itu memeriksa mayat Mirna juga buka suara. Dokter tersebut adalah dokter Djaja.

Dalam podcast bersama dr Richard Lee, dokter Djaja mengatakan jika saat itu Mirna masih hidup ketika di bawa ke rumah sakit. Mirna di bawa ke rumah sakit Abdi Waluyo dan masuk ke UGD. Setelah itu baru dinyatakan meninggal.

Resmikan Pendidikan Dokter Spesialis, Jokowi: Banyak Keluhan dari Daerah

Ahli forensik dr Djaja Surya Atmadja sempat bersaksi di sidang Jessica Wongso

Photo :
  • netflix

Mayat Mirna kemudian di bawa ke rumah duka Dharmais untuk disimpan selama tiga hari. Dokter Djaja kemudian melakukan pengawetan mayat Mirna. Ia adalah satu-satunya yang melakukan pengawetan tersebut. Sebab, dalam aturan ketika mayat disimpan beberapa hari harus diformalin.

Babe Cabita Sempat Minta Umrah Lagi Sebelum Meninggal, Tapi Gak Ada yang Izinin

Dokter Djaja bertemu dengan mayat Mirna dua jam setelah meninggal karena mau formalin mayat Mirna. Sebagai dokter, ia pun bertanya kenapa Mirna bisa meninggal.

“Dua jam setelah kematian. Saya nanya dulu nih matinya kenapa. Habis minum kopi mati katanya,” ujarnya, dikutip dari tayangan YouTuber dr.Richard Lee, Senin, 9 Oktober 2023.

Penjelasan dr Djaja, saat itu belum ada rumor jika Mirna mati karena kena racun sianida. Informasi yang di dapat hanya mati setelah minum kopi. Setelah itu baru terdengar jika penyebabnya karena sianida.

Dokter Djaja

Photo :
  • YouTube dr. Richard Lee, MARS

Namun setelah ada yang bilang jika penyebabnya karena sianida, ia pun berinisiatif untuk melakukan autopsi dan menanyakan ke pihak keluarga. Namun ayah Mirna tidak mau anaknya di autopsi.

“Pokoknya ada kedenger ada sianida. Terus saya bilang, karena itu kasus tidak wajar kan, kita diajari di forensik kalau mati tidak wajar harus di autopsi. Karena tanpa autopsi tidak ada sebab mati,” pungkasnya.

“Makanya saya bilang harus autopsi. Nah disitulah saya ketemu sama bapaknya Mirna. Dia bilang dia tidak mau autopsi,” bebernya.

Dokter Djaja mengatakan kepada ayah Mirna, jika tidak di autopsi, maka mayatnya tidak bisa diformalin karena aturannya tidak boleh. Takutnya, ketika sudah diformalin kemudian baru di autopsi hasilnya bakal berubah.  

Kemudian, kata dokter Djaja, ada polisi yang menghampiri ke rumah duka tersebut. Dokter pun juga membujuk polisi agar mayatnya di autopsi baru di formalin.

Namun, ketika polisi mengatakan kepada pihak keluarga dan tidak mau dilakukan autopsi, akhirnya mayat Mirna diformalin atas izin polisi.

“Saya formalin atas izin polisi. Polisi bilang, ‘dok nanti kami persuasi mudah-mudahan bisa di autopsi’. Abis itu saya tidak tahu beritanya,” jelas dokter Djaja.

Ketika mayat mau dikubur, tiba-tiba pihak keluarga mengizinkan mayat Mirna di autopsi. Lalu mayat Mirna di bawa ke rumah sakit Polri. Dokter yang menangani yaitu dokter Slamet, forensic pathologist. Namun tiba-tiba pihak keluarga kembali menolak mayatnya untuk di autopsi. Akhirnya mayat Mirna hanya di ambil sampel.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya