Dinilai Cacat Hukum, KPU Diminta Tak Jalankan Putusan MK

Demo mahasiswa pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta - Ratusan mahasiswa dari Front Mahasiswa Demokrasi (FMD) kawal Reformasi kembali menggelar aksi demonstrasi di Patung Kuda Monas, Jakarta Pusat, Jumat, 20 Oktober 2023.

KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Daftar Pilkada 2024

Koordinator Aksi FMD, Faisal Ngabalin, mengungkapkan bahwa unjuk rasa kali untuk mendesak KPU RI tidak menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia minimal capres-cawapres secara tergesa-gesa tanpa berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah.

“Mendesak KPU RI harus taat aturan, taat hukum dan taat prosedur. Jangan grasak grusuk,” ungkapnya kepada media di lokasi.

Terpopuler: Oknum Polisi Aniaya Siswa, Mahasiswa Demo Rektor hingga Suami Mutilasi Istri

Demo mahasiswa pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK)

Photo :
  • Istimewa

Pasalnya, Faisal menilai, Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 cacat hukum, baik dalam pengambilan putusannya maupun terkait substansi putusannya karena ada penyelundupan hukum di dalamnya.

Diprotes Mahasiswa Uang Kuliah Naik, Wakil Rektor USU Sebut Disetujui Pemerintah

“Perkara terkait syarat batas usia merupakan kewenangan pembuat UU, open legal policy, yakni DPR RI bersama pemerintah, dan MK tidak berwenang menguji dan memutuskan suatu ketentuan yang menjadi bagian dari proses politik oleh pembuat UU,” ujarnya.

Lagipula, Faisal mengatakan, pemohon sudah mempermainkan markah MK karena perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 sudah ditarik tetapi kemudian dibatalkan.

“Pemohon tidak memiliki legal standing karena tidak mempunyai kerugian konstitusional namun MK masih saja memproses perkara tersebut, sehingga sangat kentara sekali ada kepentingan dan nafsu politik yang bermain dalam menghasilkan putusan seperti itu,” katanya.

Faisal pun bertanya-tanya, bagaimana mungkin MK mengabulkan kepentingan satu orang pemohon dengan mengabaikan kerja-kerja politik yang dilakukan oleh 560 orang anggota DPR RI bersama Pemerintah.

“Syarat batas usia adalah ketentuan yang telah disepakati bersama oleh para legislator, bukan lembaga yudikatif seperti MK,” ungkapnya.

Gedung KPU (Komisi Pemilihan Umum)

Photo :
  • vivanews/Andry Daud

Di samping itu, Faisal menyampaikan, Putusan MK tersebut juga ultra petita atau melebihi yang dimohonkan sehingga nyata terjadinya penyelundupan hukum yang telah direncanakan sejak awal.

“Jangan tutupi fakta bahwa MK telah memutuskan menolak perkara nomor 29, 51 dan 55 tetapi mengapa mengabulkan sebagian perkara nomor 90 yang jelas-jelas bermasalah,” ujarnya.

Lagipula, Faisal mengatakan, konfigurasi Hakim MK dalam substansi putusan menunjukkan adanya pemaksaan tafsir hukum karena hanya tiga orang Hakim MK yang mengabulkan syarat berpengalaman sebagai kepala daerah.

Sementara dua orang Hakim MK lainnya menyatakan bahwa berpengalaman sebagai kepala daerah tersebut adalah untuk posisi jabatan Gubernur, bukan Bupati atau Walikota.

“Sedangkan empat orang Hakim MK lainnya menyatakan berbeda pendapat, dissenting opinion, atau pun dengan kata lain menolak,” kata Faisal.

Oleh karena itu, Faisal meminta KPU RI agar tidak terkecoh, karena putusan MK ini bermasalah, sehingga KPU jangan sampai salah melangkah dan jangan mau dilimpahkan masalah-masalah.

“Beban kerja KPU RI sudah berat, jangan mau ditambah dengan urusan yang dasarnya sudah bermasalah. Agar tidak terjepit, KPU RI lakukan saja audiensi dengan MK untuk meminta penjelasan tata cara melaksanakan putusannya,” ungkapnya.

Faisal menuturkan, walaupun MK sudah memutuskan, namun jangan sampai KPU RI yang masuk jurang. Menurut Faisal, sejak awal MK sudah tidak ada niat untuk berpihak pada kepentingan rakyat.

“Para hakim tidak memikirkan dampak sosial politik putusannya, mereka bukan penjaga konstitusi tetapi pengawal para politisi. Putusan yang seharusnya menolak perkara ditafsirkan mengabulkan walaupun sebagian. Kami tidak akan diam dengan ketidakadilan ini,” ujarnya.

Untuk itu, Faisal menegaskan bahwa pihaknya meminta KPU RI untuk berkonsultasi dengan DPR RI dan Pemerintah sebelum mengubah PKPU terkait pendaftaran capres-cawapres.

“Jangan langgar undang-undang karena revisi (PKPU) tanpa aturan bisa dibatalkan Mahkamah Agung. KPU RI jangan salah langkah dan jangan mau menampung masalah,” katanya.

Di samping itu, Faisal juga mendesak Ketua MK untuk mundur dari jabatannya.

“Kami butuh sosok negarawan, bukan paman seseorang. Ada penyelundupan hukum dalam putusan MK soal pencalonan. KPU tidak boleh berpedoman pada putusan yang cacat hukum,” ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya