Ternyata Menkumham Yasonna Laoly Waktu Kecil Sering Tidur di Kolong, Begini Kisahnya

Menkumham Yasonna Laoly
Sumber :
  • Istimewa

Serang - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly ternyata memiliki pengalaman hidup yang unik saat masih kecil. Pria kelahiran, 27 Mei 1953 ini merupakan anak kolong yang sudah terbiasa menjalani hidup sederhana. Dia adalah putra seorang polisi yang sederhana.

Polisi Periksa 13 Saksi Kasus Tewasnya Anggota Polresta Manado di Mampang Jakarta Selatan

"Kehadiran saya di sini, sebenarnya untuk berjumpa dengan Anda semua serta membagikan pengalaman hidup saya yang tertuang dalam buku Biografi yang berjudul: "Anak Kolong Menjemput Mimpi," ungkap Yasonna pada kegiatan bertajuk  “Satu Jam Bersama Menteri Hukum dan HAM : Anak Kolong Menjemput Mimpi” di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang, Banten, Kamis, 26 Oktober 2023.

Dia mengungkapkan, acara bedah buku biografinya tersebut sekaligus menandai usianya yang  ke-70 pada 23 Mei lalu. Usia yang cukup untuk mengambil banyak hikmah dari perjalanan kehidupan.

Ada Luka Tembus Pelipis Anggota Satlantas Polresta Manado yang Ditemukan Tewas di Mampang

"Dari judul tadi, Anda sekalian pasti sudah mengira bahwa saya anak polisi yang lazim dijuluki anak kolong. Tidak salah anggapan itu, memang saya anak seorang polisi, tapi soal anak kolong, saya memang lebih sering tidur di kolong.  Entah itu kolong meja, kolong bangku dan paling sering kolong tempat tidur," tuturnya.

Menkumham Yasonna Laoly saat konferensi AALCO di Nusa Dua, Bali

Photo :
  • VIVA/Maha Liarosh
Anggota Polresta Manado Ditemukan Tewas di Mampang Sedang Cuti

Dia mengatakan, kebiasaannya tidur di kolong tersebut bukan disengaja, tetapi karena kondisi  rumah orang tuanya yang sangat kecil.

"Ini bukan disengaja, karena memang banyak tamu, banyak saudara dan siapapun datang ke rumah kami. Padahal rumah kami kecil, maklum rumah dinas asrama polisi di Sibolga. Saya menghabiskan masa kecil saya di Sibolga tapi saya lahir di Sorkam, sebuah dusun yang letaknya dekat dengan Sibolga," ujarnya.

Yasonna mengungkapkan, kendati dirinya anak kampung, namun dia memiliki cita-cita yang sangat tinggi.

"Jadi, saya ini anak kampung, tapi saya bercita-cita tinggi, seperti Bung Karno pernah mengatakan: “Gantungkan cita-citamu setinggi langit. Kalau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang bintang," ungkapnya.

Dia mengungkapkan, Desa Sorkam tempat kelahirannya merupakan desa terindah baginya.  "Berdasarkan literatur yang saya baca, sejak abad ke-16, Sorkam sudah berjaya sebagai penghasil kemenyan. Nah, itulah desa kelahiran saya, Sorkam," ucapnya.

"Kembali ke soal anak kolong,  ayah saya berasal dari Nias bernama Faoga’aro Laoly, pangkat terakhirnya Mayor. Ibu saya Resiana Sihite berasal dari suku Batak," tambahnya.

Dia mengisahkan, sebelumnya, orang tuanya  mengontrak rumah, sampai akhirnya diberi izin tinggal di rumah dinas.

"Jangan berpikir rumah dinasnya besar, sama sekali tidak, rumah dinas bapak kami memiliki dua kamar, satu dipakai bapak dan mamak, satu kamar lagi untuk kami, saya punya enam adik, bayangkanlah itu betapa sesaknya tidur saling menempelkan kepala macam itu," kenangnya.

"Kalau ada tamu, kami dievakuasi ke ruang tamu, dan saya kebagian tidur di kolong. Jadi benarlah, kalau saya ini anak kolong," katanya.

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly

Photo :
  • VIVA/Ahmad Farhan Faris

Lebih jauh Yasonna menceritakan, saat bapaknya bisa membeli rumah, hatinya sangat senang.  Meski rumahnya  kecil tapi setidaknya dibuatkan kamar baru.

"Pikir saya berarti berakhir pula nasib tidur di kolong. Ternyata Tuhan berkehendak lain, saya tetap tidur di kolong, karena lebih banyak lagi tamu datang dan menginap di rumah," imbuhnya.

"Begini ceritanya, Bapak saya, dianggap tokoh Nias di Sibolga dan Tapanuli Tengah, dengan begitu banyak orang Nias datang ke rumah kami, menceritakan masalahnya lalu juga menginap, karena banyak hal. Misal saja, kapal rute Nias-Sibolga tak berlayar karena badai dan memang saat itu, tidak setiap hari ada kapal yang menyeberang ke Nias. Jadi mau tidak mau, mereka menginap di tempat kami, bisa satu, dua orang bahkan lebih," lanjutnya.

"Kalau sudah begini, lagi-lagi, saya kembali jadi anak kolong, karena tidak kebagian tempat tidur. Apalagi jika yang datang pendeta, bapak pasti minta mamaku untuk menyembelih ayam, lalu kami makan bersama duduk di tikar. Tinggal mamakku yang bingung, gaji bapak tidak seberapa tapi tamu tak pernah berhenti datang," ujarnya.

"Apalagi jika ada tamu pendeta, maka harus ada uang untuk beli ayam dan bumbu-bumbu. Bayangkan itu, betapa pusingnya mamakku. Bapak memang sangat menghormat tamu juga pendeta, yang harus dilayani dengan baik, tidak boleh tidak, tidak ada tawar menawar. Saya ini sudah terbiasa dengan tantangan, juga hidup susah dan sederhana sejak kecil. Maka dari itu saat diminta Bapak Presiden Jokowi untuk menjadi Menteri Hukum dan HAM, saya dengan rendah hati menerimanya, ini tantangan dan saya harus berbuat untuk negeri ini," katanya.

Dia mengatakan, kenangan sebagai anak kolong, membuatnya  tertempa untuk menjadi pribadi yang mandiri, berempati tapi juga tegas dan profesional.

 "Satu lagi, nilai yang sangat saya junjung tinggi, yaitu integritas. Nilai ini selain memperoleh contoh dari orang tua, lebih tajam lagi tertempa pada diri saya sejak di bangku kuliah," tandasnya.

"Maka saya kira, kampus memang sudah seharusnya memiliki aksentuari pada nilai-nilai integritas dan etika dalam proses Pendidikannya. Karena profesi apa pun yang akan dihasilkan oleh universitas, dia harus menjadi manusia yang berintegritas dan beretika dalam bidangnya. Sumber daya manusia seperti itulah yang dibutuhkan Indonesia untuk menyongsong “Visi Indonesia Emas 2045,” ujarnya.

Yasonna mengatakan, dirinya diizinkan Tuhan untuk mendapat pengalaman menjadi anak sederhana, yang menempuh Pendidikan tinggi hingga strata tiga (S3), menjadi aktivis mahasiswa di bangku kuliah, kemudian ditugaskan menjadi dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Nommensen, menjadi politisi sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), dan terakhir menjadi birokrat sebagai menteri.

Semua pengalaman yang sangat berwarna ini, dijalaninya  dengan rasa syukur sebagai perintah Tuhan yang suci, agar terus berusaha memanfaatkan potensi diri yang diberikan Tuhan untuk kebaikan, memberi manfaat pada masyarakat.

"Jika kita bawa nama Tuhan dalam setiap langkah dan pekerjaan kita, maka kita akan selalu berpikir tentang kebaikan, menghindari keburukan, dan yang terpenting kita akan merasa selalu dilindungi dan ditolong Tuhan," tuturnya.

"Atas dasar pemikiran itu pula, kepada pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM yang saya pimpin sejak tahun 2014, saya tanamkan motivasi agar dalam menjalankan pekerjaannya, selalu berorientasi pada 4 (empat) L yaitu: to Live, to Love, to Learn, to Leave Legacy. Dari situlah kemudian kami mencanangkan nilai PASTI yang merupakan akronim dari Profesional, Akuntabel, Sinergitas, Transparan, dan Inovatif, untuk mengubah budaya kerja pegawai menjadi lebih positif di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Penanaman sikap, mental dan budaya kerja di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM telah berbuah hasil, apa saja? Silakan dibaca bukunya," ucapnya.

Sementara itu, Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, Fatah Sulaiman mengatakan pihaknya mengapresiasi atas kolaborasi yang sinergis  antara Kanwil Kemenkumham Banten dengan Kampus Untirta  yang telah memberikan inspirasi  bedah buku biografi Menkumham Yasonna H Laoly.

"Saya kira  mengatakan, banyak substansi yang sangat relevan dengan tantangan yang dihadapi anak-anak generasi emas kita. Dan dalam bukunya Menkumham tadi sudah ditawarkan solusi-solusinya. Menurut saya buku biografi Pak Menkumham sangat luar biasa," tutupnya. 

Kegiatan bedah buku biografi berjudul:  "Anak Kolong Menjemput Mimpi," tersebut dihadiri narasumber yaitu  Dhahana Putra (Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia); Airin Rachmi Diany (mantan Wali Kota Tangerang Selatan selaku kolega Menkumham); Lestantya R Baskoro (Tim Penulis) dan Agus Prihantono ( Dekan Fakultas Hukum Untirta).

Selain itu dihadiri sejumlah pejabat terkait yakni  Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar; para Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM;  Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Marinus Gea; Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten; Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Banten; Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Fatah Sulaiman; Wakil Rektor IV, Universitas Pamulang; dan  Dekan Fisip dan Hukum, Universitas Serang Raya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya