Kriteria Pemimpin Indonesia Selanjutnya Disebut Harus Pro Lingkungan, Ini Alasannya

Webinar dengan tema 'Mencari Figur Pemimpin Pro Lingkungan'
Sumber :
  • VIVA/Rahmat Ilham

Jakarta - Indonesia akan segera memasuki pesta demokrasi, di mana masyarakat Indonesia akan segera memilih presiden untuk periode 2024 sampai 2029 mendatang. Kontestasi pilpres itu akan dilaksanakan pada bulan Februari 2024 mendatang.

Menang Pilpres, Prabowo Sebut Butuh Dukungan NU untuk Bangun Bangsa

Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bekerja sama dengan BBC Media Action menggelar webinar dengan tema 'Mencari Figur Pemimpin Pro Lingkungan'. 

Webinar itu pun menghadirkan pembicara Chairman of Indonesia Expert Network For Climate Change and Forestry Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa, Program Adviser for Climate and Forestry ESG Researcher Universitas Binus Dayu Nirma Amurwanti, serta Senior Researcher and Analyst Indikator Politik Indonesia Kennedy Muslim.

Partai Gelora Tolak PKS Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

Adapun webinar itu membahas terkait masyarakat harus memilih pemimpin yang pro terhadap kesehatan lingkungan. Pemimpin yang tidak peduli lingkungan harus mendapat risiko politik.

Ilustrasi teknologi ramah lingkungan.

Photo :
  • trustyandcompany.com
Kalah di Pilpres 2024, Anies Ingin Keluar Secara Terhormat

Di sisi lain, untuk mengatasi persoalan lingkungan dibutuhkan pemimpin yang berani melakukan pilihan sulit.

Menurut Mahawan, Indonesia akan segera menghadapi krisis global. Untuk itu, Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang pro terhadap pembangunan berkelanjutan. Hingga kini konsep pembangunan di Indonesia belum berkelanjutan, dengan indikator menurunnya indeks lingkungan hidup di tengah membaiknya indeks ekonomi.

"Lima tahun ke depan menjadi pilar Indonesia menghadapi krisis global. Dari sembilan indikator keamanan bumi, enam sudah tidak aman " ujar Mahawan dalam paparannya secara daring, Kamis, 26 Oktober 2023.

Sosok pemimpin dalam lima tahun ke depan, kata dia, wajib mengutamakan politik serta ekonomi yang ramah lingkungan.

Hal itu, kata Mahawan, akan mampu menjaga dan menempatkan pemakaian Sumber Daya Alam (SDA) secara berkelanjutan.

Maka, jika ada pemimpin yang tidak peduli lingkungan harus mendapat risiko politik," kata Mahawan.

Mahawan juga menyoroti kualitas komunikasi antara politisi dan konstituen. Materi komunikasi antara keduanya, menurut dia, harus keluar dari zona nyaman, dimana salah satunya meski berani mengangkat isu lingkungan.

"Politisi mestinya menawarkan pembicaraan isu lingkungan, atau sebaliknya, konstituen yang menuntut hal itu," ujarnya.

Ilustrasi ramah lingkungan.

Photo :
  • Pixabay/Geralt

Dalam kesempatan yang sama, Dayu Nirma Amurwanti menilai, pemimpin ke depan harus berani melakukan pilihan-pilihan sulit, khususnya ketika mengeluarkan kebijakan lingkungan. 

Pilihan sulit harus dilakukan, karena kata Dayu, persoalan lingkungan saat ini membutuhkan langkah-langkah percepatan, yang diawali dengan kebijakan sulit. Namun, biasanya pilihan-pilihan sulit tersebut memunculkan risiko yang tidak ringan.

"Diantaranya, dia akan kehilangan popularitas, mungkin juga pencabutan dukungan, juga hilangnya peluang," ucapnya.

Menurut Dayu, pemimpin yang berani mengambil risiko atau pilihan yang sulit dapat ditelusuri masyarakat dari rekam jejak sebelumnya. "Bisa dilihat bagaimana sikap mereka dalam menghadapi konflik ekonomi, politik, dan lingkungan, ketika menjabat (jabatan sebelumnya)," pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya