Menggandeng Pemulung Naik Kelas

Suasana di lapak pemulung di Cipadu, Tangerang Selatan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Lis Yuliawati

Jakarta – Perasaan cemas menyelimuti Siti Salamah. Ia khawatir dengan situasi di tempat yang baru akan dikunjungi itu. Meski takut, niat wanita berhijab tersebut tak surut. Seraya terus berdoa, dia tetap melangkahkan kaki seirama suara hati.

Nyamannya Naik Gunung Terbersih di Indonesia

Adalah lapak pemulung di daerah Warung Jengkol, Pondok Aren, Tangerang Selatan yang dituju Siti. Tiba di lokasi, relawan ini langsung menemui bos lapak. Dia menyampaikan tujuannya untuk mengajar anak-anak pemulung di sana.

Gayung bersambut. Keinginan Siti mendapat respons positif dari bos lapak dan warga di lokasi itu. Dia lantas diizinkan untuk mengajar di sebuah musala di sana. Mendapat sambutan baik, ketakutan Siti langsung sirna.

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Final Rp 165 Per Saham

Momen yang terjadi pada Maret 2015 itu masih melekat dalam benak Siti. “Itu aku benar-benar nekad dari tempat kerja di Bintaro. Jalan ke sana berdoa terus. Jujur aku takut pemulung. Pas aku datang, enggak ada kayak gitu,” ujar Siti saat ditemui VIVA di rumahnya, di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan, Senin, 9 Oktober 2023.

Siti Salamah, relawan sekaligus penggerak pengelolaan sampah Wastehub.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Lis Yuliawati
Pemkot Tangsel Tiap Hari Berjibaku Atasi 1000 Ton Sampah, Benyamin: Persoalan yang Serius

Semula, Siti tak terpikir untuk mengajar di lapak pemulung tersebut. Tiba-tiba seorang kawan memberitahu soal permukiman itu. Sang teman yang tak berhasil menembus tempat tersebut lantas menawarkan Siti untuk mengajar di sana. “Enggak nyangka juga  bisa diterima dengan baik. Teman aku mental,” kata Siti.

Saat awal mengajar merupakan masa-masa yang sulit bagi Siti. Anak-anak di lapak tersebut masih susah untuk diajak belajar. Dia berusaha pelan-pelan memberi pengertian tentang pentingnya pendidikan kepada mereka. Dia mulai dengan mengajar mengaji. 

Siti memberi nama tempat belajar itu Taman Magrib Mengaji. Saban hari sepulang kerja, dia mengajar di sana tanpa dibayar. Ada sekitar 20 anak dari mulai usia 5 tahun hingga setingkat anak SMP yang mengikuti pendidikan nonformal di kelas tersebut. Lantaran banyak anak yang putus sekolah, Siti berinisiatif menghubungi home schooling Kak Seto, di kawasan Parigi, Tangerang Selatan, agar mereka bisa melanjutkan pendidikan secara gratis di sana.

Langkah Siti tak mulus. Formulir sekolah yang disodorkan kepada orang tua muridnya tak semua diterima. Ada yang disobek, ada pula yang dibuang. Itu semua tak membuat Siti patah arang. Dia terus berusaha membantu anak-anak pemulung untuk mendapatkan pendidikan.

Kegiatan belajar yang diinisiasi Siti Salamah di lapak pemulung di Tangerang Selatan.

Photo :
  • Dokumen Siti Salamah

Wanita 33 tahun ini mencurahkan segalanya untuk para pemulung. Hingga ia pernah mengalami sakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan tifus. Namun, ada satu titik Siti enggan mengurusi soal pemulung. Dia merasa disakiti dengan sikap dan perkataan mereka. Siti lantas berhenti mengajar sekitar dua bulan.

Para pemulung menghubungi Siti dan meminta maaf. Mereka minta dia untuk kembali mengajar. Siti tergerak datang ke lapak pemulung. Sampai di sana, hatinya luluh ketika anak-anak pemulung menyambut dan memeluknya. Dia lantas mengajar lagi. “Aku mikir kalau bukan aku siapa lagi,” ujar ibu dua anak ini.

Siti memperluas kegiatannya tak hanya untuk anak-anak tapi juga orang dewasa. Untuk itu, dia membentuk komunitas Rumah Pohon. Taman Magrib Mengaji lantas dilebur ke dalam Rumah Pohon itu. Beragam kegiatan diadakan dalam komunitas tersebut, di antaranya mengaji, sharing berbagai persoalan, pemeriksaan kesehatan, kerja bakti, upacara, gebyar HUT Kemerdekaan RI. 

Saat ini, Siti mengatakan, Rumah Pohon menjadi bagian dari Waste Solution Hub (Wastehub), sebuah inovasi sosial yang fokus pada pengelolaan sampah dengan pendekatan ekonomi sirkular dan sistem teknologi terintegrasi.  

Pembentukan Wastehub bermula ketika Siti mengikuti program Youth Action Forum di Jakarta pada 2017. Kegiatan yang digelar United in Diversity itu mempertemukan 60 anak muda se-Indonesia. Dalam forum tersebut, Siti bertemu dengan Ranitya Nurlita. Siti yang fokus pada pemulung lantas berkolaborasi dengan Ranitya yang peduli soal lingkungan. Kemudian mereka membuat Wastehub pada 2018.

Wastehub menjadikan pemulung sebagai mitra. Dengan kehadiran Wastehub, kata Siti, pemulung diberdayakan. Menurut Chief Operating Officer (COO) Wastehub tersebut, selama ini pemulung kerap dipandang sebelah mata. “Dengan adanya Wastehub ini kita berharap pemulung naik levelnya. Jadi pemulung enggak diremehin lagi,” ujarnya.

“Dalam kegiatan yang melibatkan Wastehub, kita selalu bilang kita libatkan pemulung. Mau enggak mau mereka memandang pemulung seperti memandang kita. Jadi enggak dipandang sebelah mata lagi,” kata Siti menambahkan.

Siti Salamah dan kawan-kawan saat kegiatan sosialisasi kepada para pemulung di Tangerang Selatan.

Photo :
  • Dokumen Siti Salamah

Adapun kegiatan dalam Wastehub, di antaranya pengelolaan sampah event dan cluster perumahan, pelatihan intensif pemulung. Pada pengelolaan sampah event misalnya, Wastehub telah menangani project penanganan sampah antara lain di Bali, Lombok, Tangerang Selatan. Banyak pemulung dilibatkan dalam kegiatan tersebut. Mereka dibayar tergantung lamanya bekerja. “Kalau full day bisa dibayar Rp200 ribu hingga Rp250 ribu,” ujar Siti.

Penerima Apresiasi 12th SATU Indonesia Awards 2021 untuk kategori kelompok dari Astra ini mengatakan, sudah ribuan pemulung yang dilibatkan dalam berbagai kegiatan Wastehub. Ketika ada project, Wastehub akan mengikutsertakan pemulung di sekitar wilayah tempat event berlangsung. Tidak ada sistem keanggotaan bagi para pemulung. “Kita sama pemulung sudah kayak keluarga,” kata Siti.

Dikutip dari laman Wastehub pada 30 Oktober 2023, terdapat 1.222 pemulung, 23.247 peserta, 60 relawan yang telah dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan Wastehub. Sementara jumlah sampah yang dikelola telah mencapai 2.437,17 kg. 

Wastehub juga memberikan pelatihan bagi pemulung. Di antaranya membuat kerajinan tangan dari barang-barang bekas. Untuk pelatihan, Wastehub akan mendatangi lapak pemulung satu per satu agar memudahkan mereka  untuk ikut serta.

Segendang sepenarian. Sudarti, pemilik lapak pemulung di Cipadu, Tangerang Selatan, mengatakan hal senada. Menurut dia, ada beragam pelatihan yang diberikan, seperti membuat bunga dari plastik bekas, membuat vas bunga dari koran, membuat sabun dari minyak jelanta.

Suasana di lapak pemulung di Cipadu, Tangerang Selatan.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Lis Yuliawati

Pembuatan kerajinan tangan dari plastik, kata Sudarti, sempat berlangsung sekitar dua tahun. Namun tak semua pemulung bisa membuatnya secara berkelanjutan. Sebab, pembuatan kerajinan itu membutuhkan kesabaran dan ketelitian. Saat ini, kegiatan itu sudah berhenti karena pelatihnya pindah ke luar negeri.

Aktivitas Wastehub tak sebatas itu. Menurut Sudarti, para pemulung dan anak-anaknya juga diajarkan mengaji hingga diberi bantuan sembako. Berbagai kegiatan itu dinilai sangat bermanfaat bagi mereka.

Dia berharap agar kegiatan-kegiatan tersebut terus ada sehingga membuat warga lapak pemulung bisa lebih maju. “Jangan berhenti di sini. Jadi anak-anak juga ada harapannya. Dikasih tahu (belajar) jadi terbuka pikirannya,” ujarnya saat ditemui VIVA di lapak pemulung di Cipadu, Tangerang Selatan, Senin, 9 Oktober 2023.

Siti pun punya asa yang sama. Dia ingin para pemulung bisa menggapai masa depan cerah. Dia bersyukur, saat ini sejumlah mantan anak-anak didiknya berhasil mencapai cita-cita mereka. “Alhamdulillah ada yang jadi guru, jadi asisten chef,” ujarnya. 

Pencapaian anak-anak tersebut membuat Siti bangga. Keberhasilan para pemulung meraih kehidupan lebih baik mendatangkan suka cita yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. “Masya Allah jadi kebahagiaan tersendiri,” katanya.

Suasana di lapak pemulung di Cipadu, Tangerang Selatan.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Lis Yuliawati


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya