Ketua MK Buka Suara soal Hakim Guntur Hamzah Dilaporkan ke MKMK
- MK
Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo buka suara soal hakim Guntur Hamzah yang dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait dugaan pelanggaran etik.
Suhartoyo menegaskan bahwa selama Hakim tersebut Belum dinyatakan bersalah, maka tak ada yang bisa menghalangi hak konstitusinya dalam memimpin sidang.
"Pelaporan kan tidak kemudian sertamerta yang bersangkutan dinyatakan bersalah dan kemudian dijatuhi sanksi tertentu. Sebelum ada putusan MKMK yang melarang ya kita nggak boleh menghalangi hak konstitusional hakim yang bersangkutan untuk tidak ikut sidang," kata Suhartoyo pada wartawan di Gedung MK, Jakarta, dikutip Jumat, 22 Maret 2024.
"Kecuali ada putusan MKMK yang melarang. Ini kan baru laporan-laporan dan belum tentu pasti kebenarannya," ujarnya.
Juru bicara MK Fajar Laksono juga membenarkan terkait adanya laporan hakim Guntur Hamzah ke MKMK.
Fajar menjelaskan pelapor mempermasalahkan Guntur Hamzah yang memiliki jabatan di luar profesinya sebagai hakim. Guntur menjabat Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN).
Kendati begitu, Fajar tak menjelaskan detail siapa yang menjadi pelapor. Ia hanya menyebut kedua laporan dugaan pelanggaran etik tersebut tengah diproses.
"Dua-duanya (laporan yang masuk) sedang kita proses. Laporan harus melewati tahapan-tahapan administrasi, pemeriksaan, klarifikasi, dan sebagainya," tuturnya.
Hakim konstitusi Guntur Hamzah dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Guntur diduga memanipulasi Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas syarat calon presiden dan calon wakil presiden.
Guntur Hamzah adalah salah satu hakim konstitusi yang tersangkut dalam dugaan rekayasa putusan MK yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka, keponakan mantan ketua MK Anwar Usman. Anwar diberhentikan oleh MKMK dari jabatan Ketua MK.
Guntur diduga punya hubungan sangat dekat dengan Anwar Usman, dan lingkaran Istana akhirnya menyeretnya dalam perkara yang meloloskan Gibran melalui Putusan MK Nomor 90.
Maka itu, kuasa hukum pelapor, Sunandiantoro dalam pelaporannya ini meminta kepada MKMK di samping memeriksa pelanggaran etik, juga diminta agar terlapor dilarang terlibat mengadili Persidangan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota,
"Saya kira ini konsekuensi logis. Kita tentu ingat, bahwa terlapor memiliki rekam jejak merubah frasa pada Perkara Nomor 103/PUU-XX/2022. Jadi wajar jika kemudian terlapor juga diduga telah memanipulasi dan menyelundupkan hukum pada Putusan MK Nomor 90, yang kita ketahui bersama kemudian putusan tersebut telah menimbulkan kekacauan pada Pilpres 2024,” kata Sunan dalam keterangannya pada Kamis, 21 Maret 2024.
Sunan menambahkan, akibat Putusan MK Nomor 90 yang sarat akan kejanggalan tersebut, Pilpres 2024 kacau dan berpotensi mendelegitimasi hasilnya.
Karena, kata dia, pendaftaran Gibran menurut aturan masih belum memenuhi syarat usia. Dipertegas dengan adanya Putusan DKPP, yang menghukum Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) melanggar etik dan/atau melanggar hukum lantaran menerima pendaftaran Gibran.
"Maka demi tegaknya konstitusi, etika penyelenggaraan negara yang bebas dari nepotisme, korupsi dan kolusi, serta demi menyelamatkan demokrasi, Prof. Guntur Hamzah haruslah dilarang ikut serta memeriksa, mengadili dan memutuskan sengketa Pilpres 2024 dalam sidang MK mendatang," katanya.