- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews - Selain membahas soal pengangkatan pegawai honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memimpin pembahasan soal grasi. Menteri hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan ada 2.460 orang masih terkatung-katung grasinya.
"Ini berkaitan dengan tunggakan grasi yang sejak lama. Sejak sebelum 2002," kata Patrialis Akbar di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Selasa 2 Agustus 2011.
Patrilais baru melaporkan kepada Presiden soal tunggakan grasi yang belum diselesaikan. "Ini terkatung-katung lama," kata dia. Menurut Patrialis, SBY meminta supaya permohonan itu dipelajari dengan baik, tidak menyalahi sistem, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Patrialis, grasi yang belum jelas nasibnya adalah mereka yang melakukan pidana 'kecil-kecil'. "Ada maling, penghinaan, pencemaran nama baik," kata Menteri yang juga politisi PAN ini. Bahkan, kata Patrialis, ada grasi dari terpidana yang sudah tidak diketahui keberadaannya.
Mengapa permohonan grasi ini menumpuk? Patrialis mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 tahun 1950 tentang Permohonan Grasi. Dalam undang-undang disebutkan, grasi bisa diajukan tanpa dibatasi. "Berapapun hukumannya orang boleh mengajukan grasi," kata Patrialis.
Sementara saat ini mereka yang mengajukan grasi harus memenuhi persyaratan yakni dijatuhi hukuman dua tahun. Dalam permohonan grasi itu tidak ada teroris, koruptor, atau pelaku pembunuhan.
Patrialis mengklaim bahwa selama pemerintahan SBY, permohonan grasi lebih cepat diproses setelah mendapat pertimbangan Mahkamah agung. "Karena waktunya kan paling lama 3 bulan. Jadi tidak ada tunggakan," kata Patrialis. (eh)