Sinetron Bisa Picu Penonton Lakukan Tindak Korupsi

Menonton televisi.
Sumber :
  • iStock
VIVAnews - Jurnalis senior sekaligus CEO rumah produksi Watchdog, Dandhy Dwi Laksono, mengatakan bahwa sinetron yang kini ramai ditayangkan di stasiun televisi bisa memicu publik melakukan tindak korupsi. Menurut pria yang juga berprofesi sebagai sutradara film dokumenter itu, sinetron kerap hanya menampilkan kemewahan dan gaya hidup konsumtif. 
Lokasi Syuting Drama Lovely Runner di Korea Ramai Didatangi Wisatawan

Demikian ungkap Dandhy dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) di Museum Nasional pada Minggu, 14 Desember 2014 dengan tajuk Demokrasi Tanpa Korupsi. Dandhy berpendapat, anak sebagai generasi masa depan, justru seharusnya tidak dibiarkan oleh orangtua mematut televisi untuk menonton sinetron. 
10 Jurusan Kuliah Paling Favorit di Indonesia, Kariernya Lebih Menjanjikan

"Aktris dan aktor di sinetron-sinetron itu kebanyakan terlihat mengendarai mobil mewah dan memiliki rumah tingkat tiga. Kalau pun ada adegan lain, sebagian besar, hanya belanja atau pertengkaran," kata Dandhy. 
Resmi! Jaksa ICC Ajukan Surat Penangkapan PM Israel Netanyahu dan Pemimpin Hamas

Yang membuatnya kian miris, lanjut dia, para orangtua, cenderung lebih senang melihat anaknya anteng di depan televisi. 

"Padahal, melalui sinetron yang tayang di televisi, justru akan ditiru oleh anak-anak mereka. Dengan sering melihat kemehawan, anak justru akan mencari jalan pintas dan mudah untuk meraih apa yang mereka saksikan di televisi," imbuh dia. 

Padahal, dalam kehidupan nyata, kata Dandhy, semua tidak bisa diraih dengan mudah. Dia kemudian mengajak para orangtua untuk menanamkan filosofi kepada anak-anak mereka agar tidak berperilaku korup. 

"Cara yang ditempuh beragam, bisa mulai dari mengajarkan anak untuk menabung dan tidak boros, atau mengikuti teman saya yang tidak pernah mengajak anaknya ke dalam ruang ATM," katanya. 

Menurut Dandhy, jika orang tua kerap mengajak anak ikut mengambil uang di mesin ATM, yang terpatri di memori mereka, yakni uang diperoleh melalui mesin dan bukan kerja keras. 

Baca juga: 


Pimpinan KPK Nurul Ghufron

PTUN Kabulkan Permohonan Nurul Ghufron, ICW: Keliru, Tak Didasarkan Pertimbangan yang Objektif

Putusan PTUN Jakarta kabulkan permohonan Nurul Ghufron agar sidang etik Dewas KPK ditunda.

img_title
VIVA.co.id
21 Mei 2024