Status Tersangka Masuk Objek Praperadilan, KPK Tak Khawatir

KPK
Sumber :
VIVA.co.id
Praperadilan 'Peran Boediono' di Kasus Century Ditolak
- Mahkamah Konstitusi resmi mengabulkan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana. Dalam putusannya, MK menyetujui mengubah ketentuan praperadilan dengan memasukan penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan termasuk ke dalam objek praperadilan.

Praperadilan 'Peran Boediono' di Century Diputus Hari Ini

Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji, mengaku tak mengkhawatirkan putusan tersebut. Dia mengaku KPK akan selalu siap dalam menghadapi praperadilan.
Praperadilan Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara Ditolak


"KPK sejak sebelum adanya keputusan Sarpin, tetap selalu siap menghadapi gugatan-gugatan serupa, jadi bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan berlebihan," kata Indriyanto, Rabu 29 April 2015.


Indriyanto juga memastikan bahwa KPK akan selalu mengdepankan profesionalitas saat menghadapi praperadilan. "Gugatan-gugatan apapun bukan sebagai drama hukum, tetapi sesuatu kewajaran yang akan KPK hadapi secara profesional," katanya.


Pimpinan KPK lainnya, Johan Budi menyebut dengan adanya putusan MK itu, membuat pihaknya harus siap untuk menghadapi adanya gugatan praperadilan. "Mau tidak mau KPK harus siap menghadapi praperadilan," ujarnya.


Johan menyatakan pihaknya akan memperkuat Biro Hukum untuk siap menghadapi praperadilan. Lantaran saat ini personil pada Biro Hukum dinilai masih jauh dari ideal. "Rencananya iya, lihat kebutuhan ke depan?" katanya.


Untuk diketahui, MK telah mengabulkan permohonan perluasan objek praperadilan yang diajukan oleh terpidana kasus korupsi bioremediasi fiktif PT. Chevron Pasific Indonesia, Bachtiar Abdul Fatah.


Putusan tersebut mengubah ketentuan praperadilan yang tertuang dalam Pasal 77 KUHAP. Dalam putusan itu,  memutuskan bahwa penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang di dalamnya kemungkinan terdapat tindakan sewenang-wenang dari penyidik yang termasuk dalam perampasan hak asasi seseorang.


Selain itu Mahkamah juga mengubah frasa yang tertuang dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP. frasa "bukti permulaan", "bukti permulaan yang cukup", dan "bukti yang cukup" yang tertuang dalam pasal-pasal tersebut harus dimaknai sebagai "minimal dua alat bukti" yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP.


Hal tersebut dinilai Mahkamah merupakan perwujudan asas
due process of law
untuk melindungi hak-hak asasi manusia dalam proses peradilan pidana.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya