Sumber :
- REUTERS/Romeo Ranoco
VIVA.co.id
- Delapan terpidana mati narkotika dan obat-obatan telah dieksekusi oleh pemerintah Indonesia pada Rabu dini hari, 29 April 2015. Pertentangan pendapat masih mengemuka pasca 'tembak mati' di Pulau Nusakambangan tersebut.
Meski begitu, dini hari mencekam tersebut menjadi momen bahagia bagi Mary Jane Fiesta Veloso. Terpidana mati asal Filipina ini 'lolos' dari berondongan peluru para eksekutor.
Secara mendadak, di menit-menit akhir waktu eksekusi, Mary Jane ditarik dari daftar eksekusi dan selanjutnya dipulangkan kembali ke Lapas Wirogunan Yogyakarta.
Dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, setidaknya ada tiga hal yang menjadi awal penyelamat Mary Jane dari eksekusinya. Yakni:
1. Ada Laporan Proses Hukum di Filipina
Tepat sehari sebelum eksekusi, Selasa 28 April 2015, di Filipina ada seorang perempuan bernama Maria Kristina Sergio, dilaporkan menyerahkan diri ke Kepolisian Provinsi Nueva Ecija.
Baca Juga :
Kesaksian Mary Jane Masih Belum Jelas
Harus diakui, dibanding dengan delapan terpidana mati lainnya, gelombang massa yang menyuarakan penolakan eksekusi Mary Jane memang lebih massif. “Presiden Jokowi mendengar dan memperhatikan suara para aktivis kemanusiaan yang terus menemaninya dalam menjalankan tugas konstitusionalnya,” kata Pratikno dalam keterangan tertulisnya.
3. Komunikasi Presiden Filipina
Bertepatan dengan agenda KonferensiTingkat Tinggi (KTT) Asean ke-26 yang digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin 27 April 2015. Secara khusus, Presiden Filipina Benigno Aquino III, telah menemui Jokowi untuk menunda eksekusi Mary Jane.
Dalam permohonannya, Benigno memastikan ke Jokowi bahwa aktor utama dalam kasus yang ditimpakan ke Mary Jane, telah diamankan kepolisian Filipina.
Karena itu, Benigno meminta kebesaran hati Jokowi untuk sementara menghargai proses hukum yang sedang dilakukan Filipina. "Menurut Filipina, Mary Jane bukan aktor utama. Yang jelas, Presiden percaya bahwa sinergi semacam ini harus terus dipertahankan di masa yang akan datang," ujar Pratikno.
Halaman Selanjutnya
Harus diakui, dibanding dengan delapan terpidana mati lainnya, gelombang massa yang menyuarakan penolakan eksekusi Mary Jane memang lebih massif. “Presiden Jokowi mendengar dan memperhatikan suara para aktivis kemanusiaan yang terus menemaninya dalam menjalankan tugas konstitusionalnya,” kata Pratikno dalam keterangan tertulisnya.